Dark
Light
Dark
Light
Top Banner
Kisah Pejuang Kemerdekaan :

Aksi Heroik Pemuda Arifin, Pahlawan Kota Solo yang Gugur dalam Penyerbuan Mengejutkan Markas Jepang

Aksi Heroik Pemuda Arifin, Pahlawan Kota Solo yang Gugur dalam Penyerbuan Mengejutkan Markas Jepang

SOLO, (ERAKINI) - Kota Surakarta, atau yang lebih dikenal dengan nama Solo, dikenal kaya akan sejarah dan penuh cerita heroik. Salah satu pejuang kemerdekaan yang cukup dikenal dari kota ini adalah Slamet Riyadi.

Slamet Riyadi merupakan tokoh utama dalam peristiwa serangan umum empat hari di Kota Solo pada 7-10 Agustus 1949. Dalam serangan tersebut, Slamet Riyadi memimpin pasukan melawan Belanda dengan gagah berani.

Tokoh Slamet Riyadi memang sudah banyak dikenal. Ia merupakan perwira yang masih sangat muda, namun berkat keberaniannya, Slamet Riyadi sangat disegani tentara Belanda dan sekutu. Pertempuran Serangan Umum 4 Hari di Solo menjadi saksi keberhasilan Slamet Riyadi memimpin pasukan melawan Belanda.

Namun, ternyata bukan hanya Slamet Riyadi yang menorehkan kisah heroik di tanah Solo. Ada juga pemuda berani bernama Arifin. Sosok Arifin memang tidak setenar Slamet Riyadi. Namun, peran Arifin juga cukup penting dalam sejarah perjuangan kota kelahiran Presiden Jokowi itu.

Tak salah bila Arifin kini dibadikan sebagai nama jalan yang membentang dari Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan hingga utara mengarah ke Jalan Margoyudan.

Warga Solo yang sering melintas dari arah Balai Kota Surakarta dan mengambil jalur lurus ke arah Kantor Detasemen Polisi Militer (Denpom) IV/4 Surakarta, pasti akrab dengan ruas jalan ini.

Nama jalan ini adalah Jalan Arifin yang memiliki ciri ruas jalan yang cukup unik. Disebut unik, karena mulai dari arah selatan, lebar jalannya cukup lebar mengarah ke utara. Hingga sampai pertigaan SMPN 13 Solo, jalan semakin menyempit.

Kondisi Jalan Arifin yang semakin menyempit tersebut terus berlangsung hingga ke utara menuju Jalan Margoyudan. Namun terlepas dari ciri fisik jalan yang dimiliki, Jalan Arifin juga menyimpan sejarah. Terdapat kisah heroik yang pernah dilakukan pemuda bernama Arifin.

Lantas siapa sebenarnya Arifin, yang disebut berjasa besar dalam sejarah Kota Solo?.

Dilansir dari mpn.kominfo.go.id, Pemkot Solo, Senin (5/8/2024) kisah Arifin berkaitan dengan pendudukan tentara Jepang di Solo tahun 1945. Saat itu, tentara Kekaisaran Jepang memiliki kesatuan polisi militer bernama Kenpeitai atau ada yang menyebut Kempeitai.

Ketika tentara Jepang menduduki Solo, Arifin bersama rekannya mengejutkan pasukan Kempetai dalam serangan mendadak. Keberanian Arifin dan rekan-rekannya memaksa pasukan Jepang menyerah pada 13 Oktober 1945. Pengorbanan Arifin telah mengakhiri kekuasaan dan kekejaman tentara Jepang di Solo, menjadikannya pahlawan yang dihormati oleh rakyat.

Diceritakan, usai Jepang kalah perang dari Amerika dan sekutunya, di Solo ada upaya perundingan pada 12 Oktober 1945. Inisiatif perundingan yang datang dari Ketua Komite Nasional Indonesia, Pimpinan Barisan Rakyat dan Barisan Keamanan Rakyat (BKR), mengutus beberapa wakilnya ke Solo.

Delegasi ini kemdian menemui Komandan Kempetai Surakarta, Kapten Sato. Delegasi dari Indonesia ini meminta agar Jepang segera menyerahkan kekuasaannya. Pada perundingan itu, Kempeitai mau menyerah dengan syarat penyerahan dilakukan di Tampir, Boyolali, yang pada waktu itu menjadi pertahanan Jepang.

Keinginan Jepang tersebut membuat Pimpinan Barisan Rakyat dan Badan Keamanan Rakyat tak tak puas. Mereka tetap menginginkan penyerahan senjata dilakukan di Surakarta.

Para anggota Barisan Rakyat dan Badan Keamanan Rakyat, pada waktu itu merupakan para pemuda pejuang yang revolusioner dan memiliki sikap yang keras dalam pendiriannya.

Pasukan mereka banyak yang berasal dari ex Peta dan Heiho. Jiwa muda mereka yang menggelora berujung pada kemarahan terhadap sikap Kempeitai. Mereka akhirnya nekat menyerbu markas Kempaitai pada malam hari.

Penyerbuan itu memang mengejutkan pihak Jepang yang kalang kabut meladeni pertempuran yang dikobarkan para pejuang Solo. Pertempuran yang berlangsung semalam penuh itu membuat Jepang menyerah pada pagi harinya tanggal 13 Oktober 1945.

Dalam pertempuran sengit antara tentara Indonesia dengan Jepang itu Arifin gugur dan beberapa lainnya luka-luka. Meski demikian, pengorbanan Arifin yang gigih bertempur di depan markas Kempeitai itu membuahkan hasil.

Oleh teman-teman Arifin, tentara Jepang yang kalah dalam pertempuran semalam itu dilucuti senjatanya. Bahkan mereka digiring untuk masuk ke penjara Surakarta.

Tak lama berselang, pasukan Jepang yang kalah dibawa ke Tampir, Boyolali guna menghindari aksi balas dendam rakyat Solo. Rakyat Solo memang sudah sangat geram oleh kekejaman yang sering dilakukan oleh pasukan Kempeitai.

Penyerahan pasukan Jepang yang menyerah tanggal 13 Oktober 1945, menandai berakhirnya kekuasaan Jepang di kawasan Solo.

Kini, meski namanya mungkin tidak sepopuler Slamet Riyadi, Arifin tetap menjadi sosok penting dalam sejarah Kota Surakarta. Keberaniannya menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa. Melalui Jalan Arifin, masyarakat diingatkan akan pengorbanan para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa.

 

 


Editor:

Daerah Terkini