Pahlawan Nasional :
Kisah Aji Muhammad Idris, Sultan Kukar yang Gigih Membantu Rakyat Bugis Melawan VOC
JAKARTA, (ERAKINI) - Kalimantan Timur telah dipilih menjadi Ibu Kota Negara yang baru. Ibu Kota bernama Nusantara itu berlokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara (Kukar).
Di Kutai Kartanegara ini ternyata pernah pernah hidup seorang tokoh besar di masanya, yakni bernama Sultan Aji Muhammad Idris. Dikutip dari laman kukarkab.go.id, Kamis (8/8/2024), Sultan Aji Muhammad Idris adalah Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang memerintah mulai tahun 1735 hingga tahun 1778.
Sultan Aji Muhammad Idris adalah sultan pertama yang menggunakan nama Islam semenjak masuknya agama Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara pada abad ke-17. Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan cucu menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan, untuk turut bertempur melawan VOC bersama rakyat Bugis.
Dengan gagah berani Sultan Aji Muhammad Idris menggepur VOC hingga gugur sebagai syuhada di medan perang. Sultan Aji Muhammad Idris dimakamkan bersama mertuanya Raja La Madukelleng dari Wajo.
Sultan Aji Muhammad Idris dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2021. Presiden Joko Widodo (Jokowi), menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk Aji Muhammad Idris melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 109 dan 110/TK/Tahun 2021 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa.
"Menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa kepada yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini, sebagai penghargaan atas jasa-jasanya sesuai ketentuan syarat khusus dalam rangka memperoleh gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa sebagaimana diatur di dalam undang-undang," demikian kutipan isi Keppres tersebut.
Aji Muhammad Idris pun tercatat sebagai satu-satunya Pahlawan Nasional dari Kalimantan Timur, daerah yang kini menjadi Ibu Kota negara yang baru.
Dirangkum dari sejumlah sumber sejarah, Sultan Aji Muhammad Idris lahir pada tahun 1667 di Jembayan, yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Loa Kulu. Ia merupakan putra dari Adji Pangeran Dipati Anom dan Adji Datu Pangiang Penggih. Sultan Aji naik tahta pada tahun 1735 dan menjadi sultan pertama yang menyandang nama bernuansa Islam di kesultanan tersebut.
Dalam pelantikan resminya, Sultan Aji mengucapkan sumpah dalam upacara sakral Erau yang dihadiri oleh rakyat dan para leluhur. Sumpah tersebut menegaskan kewajiban seorang sultan untuk mematuhi ketentuan kerajaan, termasuk adat dan istiadat yang berlaku.
Sultan Aji memiliki dua istri, Ratu Permaisuri Andi Rianjeng atau Andin Duyah dan Ratu Mahadewi, serta dikaruniai total 12 orang putra dan putri. Dalam sejarahnya, Sultan Aji Muhammad Idris dikenal sebagai cucu menantu dari Sultan Wajo, La Madukelleng, seorang petualang Bugis yang memimpin Wajo pada abad ke-18.
Sultan Aji dikenal karena keberaniannya dalam membantu rakyat Bugis melawan Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang Belanda. Ia berangkat ke Tanah Wajo di Sulawesi Selatan untuk berperang melawan VOC, terlibat dalam sejumlah pertempuran dengan semangat juang yang tinggi. Sayangnya, dalam pertempuran tersebut, Sultan Aji gugur.
Terkait dengan kematian Sultan Aji, terdapat beberapa versi yang berkembang. Versi pertama menyebutkan bahwa ia wafat dalam perang terbuka di Wajo, terluka parah hingga mengakibatkan kematiannya.
Versi kedua menjelaskan bahwa Sultan meninggal akibat kecurangan yang dilakukan tentara VOC. Dalam pertempuran yang sengit, Sultan yang hanya bersenjatakan sebilah keris bernama Britkan, terjebak dalam sebuah lubang yang dipasangi bambu runcing oleh VOC, dan akhirnya gugur akibat terkena senjata licik tersebut.