Search

Persidangan Kasus Guru Supriyani Masih Berlanjut Meski Wali Murid Sepakat Damai

KONAWE, (ERAKINI) – Kasus dugaan pemukulan siswa oleh guru honorer Supriyani (36) di Sekolah Dasar Negeri 4 Baito, Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, masih berlanjut di meja pengadilan meskipun sudah ada kesepakatan damai.

Aipda Hasyim Wibowo, orang tua siswa berinisial D yang menjadi korban, sepakat berdamai dengan Supriyani dalam mediasi yang diadakan oleh Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga, Selasa (5/11/2024).

Bupati Konawe Selatan menyatakan bahwa perdamaian ini adalah langkah penting menuju penyelesaian, namun keputusan akhir tetap berada di tangan pengadilan.

“Kesepakatan damai ini telah disepakati kedua belah pihak, dan kami berharap ini bisa menjadi langkah awal penyelesaian,” ujar Surunuddin, seperti dilansir dari Antaranews, Rabu (6/11/2024).

Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, juga menanggapi proses damai ini dengan menyatakan bahwa pihaknya akan membantu berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Andoolo. 

"Kami akan berupaya berkoordinasi dengan PN Andoolo terkait kesepakatan damai ini, agar dapat menjadi bahan pertimbangan hakim dalam keputusan nanti. Kami juga akan mengakomodasi pihak sekolah agar proses belajar mengajar bisa kembali berjalan normal," kata AKBP Febry.

Di sisi lain, kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, menyoroti adanya kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa kliennya diminta sejumlah uang oleh beberapa oknum dengan alasan agar kasus ini tidak berlanjut. 

Supriyani disebut pertama kali diminta uang sebesar Rp50 juta oleh oknum kepolisian untuk menghentikan kasus ini melalui jalur damai. Selain itu, Polsek Baito juga meminta Rp2 juta agar Supriyani tidak ditahan sebagai tersangka, dan kemudian pihak Kejaksaan Negeri Konawe Selatan diduga meminta Rp15 juta untuk menjamin agar ia tidak ditahan selama proses hukum di kejaksaan.

Andri menyebutkan bahwa kejadian ini seakan “diskenariokan” dan berujung pada berbagai permintaan uang yang, menurutnya, seperti jebakan untuk kliennya. 

“Kasus ini seperti ‘diskenariokan’ dan berujung pada berbagai permintaan uang yang ditujukan untuk menghentikan proses hukum. Ini seolah-olah merupakan jebakan yang dipasang bagi klien kami,” ujarnya.

Kasus ini memicu perhatian publik, dan masyarakat berharap proses hukum berjalan transparan dan adil, tanpa adanya tekanan maupun kepentingan dari pihak manapun.

advertisement