Gelombang PHK Kian Mengerikan, Ternyata Ini Biang Keroknya
JAKARTA, (ERAKINI) - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia semakin mengerikan. PHK pekerja di berbagai daerah Indonesia terus berlangsung yang membuat jumlah pengangguran melonjak.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, sejak Januari hingga Juni 2024, terdapat 101.536 pekerja di seluruh Indonesia yang sudah di-PHK. Jumlah pekerja yang di-PHK diperkirakan masih akan terus meningkat hingga akhir tahun 2024, mengingat kondisi ekonomi masih sulit.
Pengamat Ekonomi Kerakyatan yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Hempri Suyatna, mengatakan, tingginya angka PHK ini disebabkan beberapa faktor, terutama di sektor industri padat karya yang terpengaruh oleh lesunya pertumbuhan ekonomi global.
“Saya kira memang banyak faktor yang menyebabkan gelombang PHK ini, terutama di sektor industri padat karya berorientasi ekspor, seperti sektor garmen atau tekstil,” ujar Hempri dalam keterangannya dikutip, Kamis (8/8/2024).
Biang kerok lainnya penyebab gelombang PHK ini adalah maraknya produk impor illegal. Penurunan daya beli masyarakat akibat devaluasi rupiah juga turut berkontribusi menambah pengangguran di Indonesia.
Proses transisi politik di Indonesia juga membuat banyak perusahaan memilih untuk menunggu dan melihat bagaimana dinamika politik yang terjadi, yang semakin mempengaruhi stabilitas ekonomi.
Untuk itu, Hempri menekankan perlunya langkah antisipatif mencegah agar gelombang PHK tidak memberikan efek yang lebih besar.
Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan diperkirakan akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2030, penanganan terhadap peningkatan jumlah masyarakat yang kehilangan pekerjaan menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas negara.
Menurut dia, beberapa langkah yang perlu diambil antara lain, pertama, perlu adanya evaluasi kembali terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Sebab peraturan itu ditengarai berkontribusi pada maraknya produk impor yang merugikan industri dalam negeri. “Aturan harus direvisi untuk memberikan perlindungan terhadap produk dalam negeri,” tegasya.
Kedua, daya beli masyarakat perlu ditingkatkan, misalnya melalui jaminan stabilitas harga agar produk-produk terjangkau. Program-program bantuan sosial bagi keluarga tidak mampu dapat membantu masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Ketiga, pentingnya penyelenggaraan program padat karya yang melibatkan masyarakat serta penguatan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Pengalaman selama ini, sektor UMKM selalu mampu menjadi katup penyelamat perekonomian nasional. Kebijakan untuk memperkuat sektor UMKM menjadi salah satu solusi bagi masyarakat yang menjadi korban PHK,” tutup Hempri mengakhiri wawancara,” tutup Hempri.
Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Afriansyah Noor mengakui bahwa sektor padat karya menjadi penyumbang tertinggi angka PHK di Indonesia.
Berdasarkan data Kemenaker, pekerja di sector padat karya yang terkena PHK pada periode Januari hingga Juni 2024 mencapai 32.064 orang. Angka tersebut naik 21,4% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 26.400 orang.
"Permintaan (pasar global) kepada mereka (industry padat karya) itu memang berkurang, sehingga pabrik-pabrik yang tadinya menyiapkan untuk ekspor itu menurun nilainya," ungkapnya.
Kata Afriansyah, Kemenaker telah melakukan evaluasi terkait hal itu. Bahkan, Kemenaker juga telah melakukan pemetaan masalah.
Menurut Afriansyah, saat ini beberapa investor sudah mulai masuk dan siap membangun pabrik padat karya di Indonesia.