JAKARTA, (ERAKINI) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta penjelasan komprehensif dari Presiden Prabowo Subianto terkait kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Sebab kenaikan UMP itu dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Hingga saat ini, belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan (UMP 2025) ini, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual," ujar Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani.
Menurut Shinta, penjelasan itu penting agar dunia usaha dapat memahami kebijakan ini dengan jelas dan mengambil sikap yang tepat. Tanpa kejelasan, ketidakpastian kebijakan pengupahan akan terus berlanjut, yang berisiko merugikan sektor usaha.
"Dalam kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional," kata CEO Sintesa Group itu.
"Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” lanjut Shinta.
Sebab kenaikan UMP yang cukup signifikan tersebut dapat berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, terutama di sektor padat karya.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menambahkan, bagi dunia usaha, persoalan utama bukan soal setuju atau tidak setuju dengan kenaikan upah minimum itu, melainkan kemampuan untuk memenuhi kenaikan tersebut.
Bob menjelaskan, jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka dampaknya bisa berupa penundaan investasi baru, efisiensi besar-besaran yang bisa berujung pada pengurangan tenaga kerja, atau bahkan keluarnya perusahaan dari sektor industri tertentu.
“Jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka keputusan rasional terhadap penghitungan usaha akan dapat terjadi ke depan, yaitu penundaan investasi baru dan perluasan usaha, efisiensi besar-besaran yang dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja, atau keluarnya usaha dari sektor industri tertentu,” katanya.
Bob menambahkan bahwa Apindo selama ini telah berpartisipasi aktif dalam diskusi kebijakan pengupahan dan memberikan masukan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing, dan produktivitas tenaga kerja.
Namun, ia merasa masukan tersebut belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan. Ia berharap Presiden Prabowo mendengarkan aspirasi pengusaha, sebagai pemberi kerja yang juga ingin agar pekerja dapat berkembang dan maju, namun tetap dalam kerangka keberlanjutan usaha yang sehat.