Revolusi Gus Men: Aplikasi Kawal Haji dan Skema Murur untuk Melindungi Jemaah Haji Indonesia
Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki nilai spiritual tinggi bagi umat Islam. Menyukseskan penyelenggaraan ibadah haji adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, organisasi keagamaan, dan masyarakat.
Karena, setiap musim haji selalu menghadirkan tantangan dalam hal manajemen kerumunan dan logistik, terutama mengingat kuota jamaah haji Indonesia adalah yang terbesar di dunia yakni sebanyak 241.000 orang.
Tahun 2024 ini, kuota jamaah haji Indonesia mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah penyelenggaraan haji. Jumlah ini termasuk kuota tambahan sebesar 20.000 jamaah, yang terdiri dari 10.000 kuota untuk jamaah haji reguler dan 10.000 untuk jamaah haji khusus.
Oleh karena itu diperlukan kerja keras dan inovasi-inovasi demi menciptakan kenyamanan dan keselamatan para jamaah sehingga pada akhirnya ibadah haji dapat berjalan aman, lancar dan sukses serta mabrur.
Upaya Kementerian Agama Republik Indonesia untuk menjadikan layanan haji tahun 2024 M/1445 H menjadi layanan terbaik selama pemerintahan Presiden Jokowi dilakukan secara serius dengan membuat beberapa inovasi-inovasi, diantaranya Aplikasi Kawal Haji dan juga skema Murur di Muzdalifah.
Aplikasi Kawal Haji merupakan bagian dari komitmen Kemenag RI untuk memudahkan akses bagi jemaah dan PPIH untuk menyampaikan persoalan terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji.
Hadirnya aplikasi ini juga menjadi bagian dari komitmen Kemenag RI terhadap proses keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Selain itu, untuk memastikan para petugas baik PPIH Arab Saudi maupun PPIH Kloter benar-benar bekerja optimal, mereka diwajibkan melaporkan setiap kerja dan kinerjanya melalui aplikasi petugas yang dipantau langsung oleh Menteri Agama.
Untuk mengurangi tingkat kelelahan jamaah dan semakin sempitnya lahan Muzdalifah akibat pembangunan toilet secara besar-besar oleh pemerintah Saudi, Kementerian Agama Republik Indonesia tidak lagi menggunakan Mina Jadid dan membuat konsep “murur”.
Murur di Muzdalifah adalah bermalam dengan cara melintas, setelah melakukan wukuf di Arafah. Jemaah tetap berada di dalam bus saat melewati Muzdalifah tanpa turun, kemudian bus membawa mereka langsung menuju tenda di Mina.
Mayoritas ulama menyatakan bahwa mabit/bermalam di Muzdalifah merupakan wajib haji yang bila tidak dilakukan harus diganti dengan membayar dam.
Namun, tidak semua ulama menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah ini hukumnya wajib, ada pula ulama yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah dan bila ditinggalkan sunnah pula membayar dam.
Pergerakan jamaah dari area Arafah yang luas menuju kawasan Muzdalifah yang sempit mengharuskan penyelenggara haji untuk mengatur pergerakan jamaah dengan cermat.
Strategi murur menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan ini. Dengan penerapan murur, jamaah yang memiliki udzur dapat melaksanakan bagian dari prosesi haji tanpa menambah kepadatan di Muzdalifah.
Ini memungkinkan jamaah yang mampu bermalam di Muzdalifah mendapatkan ruang yang lebih luas dan mengurangi risiko kepadatan yang berlebihan. Skema murur membantu mengurangi beban kepadatan, memastikan kenyamanan, dan meningkatkan keselamatan jamaah.
Terobosan-terobosan kebijakan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dalam mengelola pelaksanaan haji dengan profesional dan transparan membuat ibadah haji tahun 2024 dapat terlaksana dengan lancar dan berkesan bagi jamaah meskipun masih tetap ada kekurangan.
Selain Aplikasi Kawal Haji dan skema Murur, Kementerian Agama juga berhasil melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas layanan haji.
Hal ini terbukti dari tingkat kepuasan jamaah haji juga meningkat dalam hal konsumsi, transportasi, dan akomodasi. Sehingga, kementerian agama dan petugas haji layak mendapatkan apresiasi dari seluruh masyarakat Indonesia.
Penulis: Ajam Mustajam, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat.