MTQMN ke-XVII, Kompetisi Strategis Menyongsong Indonesia Emas
Menyaksikan dari dekat pelaksanaan Musabaqah Karya Tulis Ilmiah (MKTI) Isi Kandungan Alquran yang menjadi salah satu cabang Musabaqah Tilawatil Qur’an Mahasiswa Nasional (MTQMN) ke-XVII pada 3-10 November 2023 lalu di Universitas Brawijaya (UB), Malang, membubungkan ekspektasi dan optimisme tinggi. Optimisme itu beralasan sebab ajang bergengsi ini diikuti peserta yang membeludak, yakni mencapai 2.285 mahasiswa. Mereka berasal dari 250 perguruan tinggi (PT) se-Indonesia. Para talenta emas ini berkompetisi di 15 cabang lomba.
Ini belum termasuk para pendukung, penggembira atau tim horedan pendamping yang juga mempunyai kepentingan dan tujuan sama untuk dapat meraih prestasi maksimal pada lomba kali ini. Talenta-talenta tersebut merupakan investasi penting guna meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban luhur, guna mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Prestius dan Bergengsi
Seperti cabang lomba lainnya, MKTI mempunyai kekhasan karena esensi yang dilombakan adalah isi kandungan Alquran yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik ilmu yang masuk dalam rumpun eksakta maupun humaniora. Selain itu, cabang lomba ini berkaitan langsung dengan implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi dan bisa dijadikan salah satu parameter suatu perguruan tinggi, selain dapat menjadi tambahan angka kredit poin saat akreditasi institut, fakultas atau program studi. Bukan itu saja, riset-riset kreatif, inovatif, futuristik dan aplikatif dari kalangan mahasiswa berkontribusi besar bagi kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, MKTI merupakan ajang kompetisi yang sangat penting, bergengsi dan prestius.
Semangat atau spirit tersebut demikian terpatri dan terpantulkan pada peserta MKTI yang berasal dari perwakilan 50 perguruan tinggi untuk menjadi yang terbaik dalam karya tulis, presentasi ataupun instrumen pendukungnya seperti prototipe hasil karya tulis. Sebanyak 50 peserta tersebut merupakan hasil seleksi awal dari sekitar seratusan karya tulis yang masuk ke panitia.
MTQMN ke-XVII ini mengusung tajuk "Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Mencetak Talenta Emas Indonesia”. Khusus cabang MKTI yang mengambil lokasi lomba di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, antusiasme mahasiswa begitu tinggi. Mereka menyampaikan ide brilian dan futuristik tentang kandungan isi Alquran. Kemudian kandungan itu dikontekstualisasikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi futuristik serta untuk menjawab tantangan konkret yang dihadapi masyarakat.
Dari teknis penulisan karya tulis maupun presentasi pada MTKI 2023, sekurangnya terdapat empat pola. Pertama, peserta menuliskan ayat Alquran yang dijadikan sumber inspirasi, dan sekaligus rujukan. Lalu dieksplorasi sumber tersebut secara ilmiah dengan berbagai disiplin ilmu. Kedua, pendekatan masalah atau kasuistik lalu dikaji secara komprehensif. Kemudian dicarikan justifikasinya dalam Alquran. Ketiga, memilih kata kunci, diksi atau frasa yang terdapat dalam Alquran. Selanjutnya dibahas dengan pendekatan berdasarkan disiplin keilmuan tertentu atau interdisipliner. Sekalipun sedikit terjadi perbedaan dalam teknis penulisan atau presentasi, umumnya karya tulis ilmiah isi kandungan Alquran tersebut sudah sesuai dengan buku pedoman atau panduan yang diberikan oleh panitia.
Banyak peserta mengangkat isu-isu aktual yang tengah terjadi di masyarakat seperti narkoba, lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), childfree, stunting, pinjaman online (pinjol), korupsi, krisis energi, polusi udara, hingga metaverse. Kemudian kasus tersebut dikaji, dianalisis dan diajukan solusinya dengan menjadikan Alquran sebagai rujukan atau sumber inspirasi. Selebihnya, sebagian besar peserta memanfatkan desain visual dan infografis dalam presentasinya.
Setelah melalui berbagai pembahasan dan pertimbangan, akhirnya dewan hakim memutuskan peserta dari Universitas Gadjah Mada menjadi juara 1, Universitas Brawijaya menjadi juara 2, dan Universitas Negeri Malang jenjadi Juara 3. Sedangkan juara harapan 1 dari Universitas Negeri Semarang, harapan 2 dari Universitas Indonesia, dan harapan 3 dari Institut Pertanian Bogor.
Catatan Kritikal
Ditinjau dari sisi kualitas karya tulis dan presentasi peserta, cukup variatif dan secara umum mengalami perbaikan. Pun demikian dari sisi kepatuhan terhadap pedoman penulisan karya tulis ilmiah, cukup tinggi. Beberapa catatan kritikal atas proses MKTN ini di antaranya sebagai berikut. Pertama, terkait dengan orsinalitas dan kebaruan (novelty) gagasan. Tentang hal ini banyak disorot oleh anggota dewan hakim Yusuf Hanafi. Dia mencermati, cukup banyak karya tulis peserta yang terindikasi mirip dengan karya tulis yang dilakukan oleh mahasiswa atau peneliti lainnya. Sehingga unsur novelty atau kebaruan gagasan yang ditawarkan tidak terlihat secara gamblang.
Kedua, dalam teknis penulisan umumnya peserta memposisikan Alquran sebagai sumber inspirasi. Sayangnya terdapat sekian peserta yang tidak atau kurang tepat dan akurat dalam melakukan hal tersebut. Bisa jadi salah satu penyebabnya karena peserta kurang memiliki pengetahuan memadai akan makna Alquran secara ilmiah. Hal ini berakibat pemaknaan dan penfasiran pesan dalam kandungan isi Alquran masih belum sepenuhnya korelatif. Selain juga cukup banyak ditemukan karya tulis yang bersifat futuristik namun ‘diragukan’ pada tingkat implementasi dan aplikasinya.
Ketiga, leksikal dan gramatikal-liguistik bahasa Arab. Banyak peserta yang tak memiliki pemahaman memadai tentang gramatikal-liguistik bahasa Arab. Padahal mestinya, pemahaman memadai yang merujuk kepada referensi kamus klasik atau modern yang ditulis oleh para pakar atau ulama yang otoritatif, mutlak harus dipenuhi oleh peserta. Keempat, adanya presentasi berbasis aplikasi digital mengakibatkan peserta lebih terfokus pada aplikasi. Bukan pada substansi dan narasi yang terdapat pada karya tulis ilmiah. Kelima, ke depan agar pembacaan ayat Alquran seharusnya dilatih dan ditashih agar bacaannya sesuai dengan kaidah tajwid dan fashohah. Keenam, MKTI mengharuskan adanhya pemahaman dan wawasan yang luas dari dewan hakim
Banyak gagasan idealistik dan futuristik disampaikan oleh peserta MKTI. Untuk itu, gagasan tersebut perlu di-breakdown hingga pada tataran yang lebih operasional dan implementatif sehingga dampak positifnya benar-benar secara nyata dapat dirasakan oleh kampus, masyarakat dan bangsa. Peran pentahelix dan kolaboratif, khususnya kampus, pemerintah dan dunia usaha guna mengembangkan gagasan futuristik peserta, sangat penting. Karena tanpa dukungan tersebut, seperti yang banyak dialami dalam penelitian di kampus atau lembaga riset, maka hasil penelitian yang demikian substansial, futuristik dan menelan biaya tidak sedikit, hanya berhenti menjadi asesori yang dipajang di rak-rak perpustakaan.
Secara konkret dari pimpinan UB, mengundang para mahasiswa yang berprestasi di MTQMN ke-XVII untuk studi lanjutan pada program S2 dan S3. Langkah serupa sebenarnya bisa ditempuh oleh universitas lainnya di Indonesia. Termasuk dan terutama birokrasi pemerintahan, dunia usaha, atau lembaga penyedia dana bea siswa, dan sebagainya.
Bahkan, jika memungkinkan para milenial dan talenta emas yang berprestasi di lomba/musabaqah tahun ini dan telah lulus kuliah beroleh prioritas diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN), karyawan BUMN atau swasta terkemuka. Sehingga memungkinkan bagi mereka untuk mengembangkan dan memaksimalisasikan gagasan dan hasilnya risetnya secara lebih konkret dan empirik menyongsong Indonesia emas 2024.