Search

Pilkada DKI 2024: Bukan Pertarungan David vs Goliath

Goliath yang besar tak selalu diasosiasikan sebagai yang perkasa dan pemenang. Sementara David yang kecil juga tidak dapat dianggap sebagai sumber masalah nan lemah. 

Ketika Koalisi Indonesia Maju (KIM), sekumpulan partai politik pengusung pasangan presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kembali bersatu dan menyokong pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono untuk Pilkada Daerah Khusus Jakarta 2024, banyak kalangan kemenangan bahkan sudah diraih sebelum pertarungan dimulai. 

Parameternya sederhana. Pertama, lawannya adalah pasangan yang maju lewat jalur perseorangan, yaitu Komjen. (Purn) Dharma Pongrekun-Dr Raden Kun Wardana Abyoto. Kedua, KIM mendapat tambahan kekuatan dengan bergabungnya PKS dan Nasdem. Ketiga, PDIP sebagai “partai besar” tersisa saat ini masih belum menentukan kandidat yang bakal diusungnya. 

Namun keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah oleh partai politik di UU Pilkada turut pula membawa angin besar perubahan. PDIP dengan keberanian penuh mengusung kadernya sendiri untuk ditarungkan dengan RK-Suswono, yaitu Pramono Anung-Rano Karno. 

Dua sosok tersebut bukan politisi kaleng-kaleng. Pram, sapaan Pramono Anung merupakan mantan Sekjen PDIP yang sepuluh tahun terakhir menjadi “orang dekat” presiden RI ke-7 Joko Widodo, sementara Rano Karno merupakan politisi kawakan dengan branding Si Doel anak Betawi asli. 

Majunya Pram-Rano sebagai penantang RK-Suswono dan Dharma-Kun jelas menjadikan Pilkada Jakarta 2024 menjadi semakin seru. Pertarungan politik yang kini tak bisa lagi diumpamakan gelut David vs Goliath. 

Lawan Berat

Hanya berselang sehari setelah diumumkan berpasangan, Pram - Rano hadir sebagai tamu di program talkshow Narasi TV yang diampu oleh presenter Najwa Shihab. Pada salah satu sesi Pram berujar, “Dana (kampanye) sedang disiapkan. Insya Allah ada.” 

Ketika mengatakan itu raut wajah Pram tak nampak tegang. Selain karena diakuinya Ketum PDIP akan membantu penyiapan dana kampanye itu, dia seolah tahu betul kemana harus mencari pundi-pundi untuk pencalonannya. 

Bayangkan, diusung hanya oleh dua partai politik secara dadakan dan nyaris tanpa persiapan, tak sedikitpun terlihat kebingungan pada diri Pram - Rano. 

Seperti saya katakan di awal Pram (dan juga Rano) bukanlah politisi kaleng-kaleng. Pram adalah “orang lama” yang setia mendampingi Megawati Soekarnoputri menjaga dan menumbuhkan kembali PDIP. 

Ketika PDIP mengusung Jokowi dan terpilih Pram ditempatkan sebagai salah satu “orang terdekat” presiden dalam pusaran politik nasional, yang bahkan bisa dipertahankannya ketika di periode kedua Jokowi tak lagi akur dengan PDIP. 

Pram seolah paham betul simpul-simpul politik, kekuasaan dan perputaran uang di negeri ini yang bisa disambanginya untuk menjadi penyokong dalam pencalonan. 

Bagaimana dengan Rano Karno? Ada sebuah anekdot ketika nama Rano diumumkan menjadi pasangan Pramono Anung untuk Pilkada Jakarta 2024. Orang gila mana yang memilih melepas jabatan Anggota DPR RI dan menerima dicalonkan di Pilkada? Ya, Rano memang layak disebut gila karena memilih tunduk patuh ke Megawati untuk dicalonkan di Jakarta, meski saat itu statusnya adalah calon legislatif terpilih DPR RI untuk daerah pemilihan Banten. 

Yang tak kalah membuat geleng-geleng kepala adalah idealisme keinginan merawat Jakarta setelah status ibukota negara kini tak lagi tersemat. Sebegitu besarkah cinta Rano ke Jakarta? 

Jika kita ulas latar belakang Rano sebagai seorang artis maka akan kita temukan jawabannya. Selain lahir dan besar di Jakarta, Rano memang dikenal sebagai sosok Si Doel pada sinema elektronik Si Doel Anak Betawi. 

Brand itulah yang hingga saat ini bahkan masih sangat melekat padanya, termasuk turut dijadikannya modal dalam pencalonan di Pilkada Banten dan pemilihan anggota DPR RI. Dalam pengabdiannya di DPR RI pun Rano bertugas di Komisi X yang membidangi Pendidikan, Olahraga dan Kebudayaan dan sangat konsen dengan hal-hal berbau Jakarta. 

Karena alasan-alasan itulah pasangan Pram-Rano diyakini merupakan lawan sepadan bagi RK-Suswono (serta Dharma - Kun). Terlebih dalam perjalanan sejak diumumkan dan berkampanye nyatanya banyak ditemukan titik-titik resistensi terhadap RK. 

Salah satunya adalah penolakan kelompok suporter Persija Jakarta terhadapnya, mengingat RK merupakan mantan gubernur Jawa Barat, provinsi di mana Persib Bandung ~lawan bebuyutan Persija, berada. 

Survei Membuktikan 

Panasnya Pilkada Jakarta tidak hanya terjadi karena gesekan kandidat, partai politik pengusung dan pendukungnya saja. Perang turut terjadi pada lembaga survei dalam merilis hasil itung-itungan matematisnya. 

Saking panasnya bahkan salah satu lembaga survei, yaitu Poltracking Indonesia, sampai harus disanksi oleh Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) karena merilis hasil jajak pendapat pasangan RK-Suswono unggul telak atas dua kandidat lainnya. 

Tidak ada keterangan bahwa survei Poltracking menyalahi ketentuan yang ada, namun lembaga pimpinan Hanta Yuda itu merespon pengenaan sanksi dengan pilihan keluar dari Persepi. Keputusan yang semakin menambah panas Pilkada Jakarta. 

Terlepas dari perseteruan antara Persepi dan Poltracking Indonesia, survei-survei yang menyertai pelaksanaan Pilkada Jakarta belakangan menunjukkan hasil yang menarik. 

Perlahan namun pasti pasangan Pram-Rano mulai mengejar ketertinggalannya atas RK-Suswono yang sebelumnya banyak diunggulkan. Survei terbaru oleh Litbang Kompas bahkan berani membalikkan keadaan dengan menempatkan Pram-Rano kini sebagai kandidat pemenang. 

Survei tetaplah survei yang hasil akhirnya bukanlah keputusan untuk menentukan pemimpin Jakarta hingga 5 tahun ke depan. Survei tak lebih dari sekedar prediksi, utak-atik angka matematis untuk menerka siapakah yang layak jadi pemenang di Pilkada Jakarta. 

Akan tetapi survei tetap layak jika dijadikan gambaran bagaimana pertarungan antar-andidat terjadi, bagaimana peta dukungan masyarakat dan bagaimana mesin partai bekerja menyokongnya. 

Pasangan Pram-Rano dengan hanya dua partai pengusung tidak bisa dianalogikan sebagai David bertubuh kecil, karena faktanya perkiraan politis lembaga survei mampu menempatkannya memberi perlawanan sengit terhadap pasangan RK-Suswono yang karena diusung koalisi besar layak disebut Goliath. 

Penulis: Samsul Hadi, kader muda Nahdlatul Ulama, mantan Staf Khusus Ketua Umum PBNU masa khidmat 2010-2015. 

advertisement