Hiruk pikuk Kongres ke-XXI Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada Agustus mendatang telah banyak menyita perhatian warga pergerakan di seluruh Indonesia. Mulai dari anggota biasa di daerah hingga senior Ibu Kota secara intensif membicarakan agenda puncak musyawarah salah satu organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia.
Kongres yang akan menghadirkan lebih dari 300 pimpinan organisasi pada level cabang (Kota/Kabupaten) dan Koordinator Cabang (Provinsi) direncanakan akan diselenggarakan di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Di Kota Pempek tersebut, evaluasi, refleksi, dan proyeksi atas masa depan organisasi PMII akan dibahas dan diputuskan, setidaknya untuk tiga tahun ke depan.
Kongres ini juga akan memilih dan memutuskan nahkoda baru bagi organisasi, yaitu Ketua Umum PB PMII untuk masa khidmat selanjutnya.
Berkaitan dengan Kongres, agenda pemilihan Ketua Umum PB PMII merupakan magnet dan perhatian utama selama penyelenggaraan musyawarah tertinggi organisasi mahasiswa tersebut. Tanpa menegasikan evaluasi, pertanggungjawaban, dan refleksi kepengurusan pada tubuh organisasi, kontestasi Ketua Umum seringkali menyajikan fakta menarik tentang gagasan kepemimpinan, persaingan antarkandidat, dan siapa saja pihak yang terlibat dalam agenda tersebut.
Hal inilah yang kemudian mendorong penulis untuk mengurai dan membahas relevansi antara prasyarat menjadi kandidat dan proses kompetisi serta banyak variabel yang mempengaruhinya. Kondisi ini penting untuk memastikan bahwa PMII nantinya akan dipimpin oleh pribadi dengan kecakapan kepemimpinan yang baik, berintegristas tinggi, dan berwawasan intelektual yang luas.
Persyaratan Menjadi Ketua Umum pada Kongres ke-XXI: BPK vs AD/ART dan PO PMII
Pembahasan ini tentu tidak akan jauh dari konstitusi dan dasar hukum organisasi, yaitu Anggaran Dasar/Anggaran Rumat Tangga (AD/ART), Peraturan Organisasi (PO), serta peraturan terkait lainnya. Jika tulisan ini kita mulai dengan persyaratan menjadi ketua umum PB PMII, maka penulis mengawali dengan prasyarat utama menjadi pengurus PMII di semua tingkatan.
Mengutip ART PMII Pasal 9, pengurus PMII tidak dapat merangkap sebagai pengurus pada partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden/wakil presiden, calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, dan atau calon walikota/wakil walikota.
Hal ini juga ditegaskan dalam PO tentang Keanggotaan PMII. Pada Pasal 4 Peraturan tersebut, …setiap anggota dan kader PMII tidak boleh merangkap menjadi anggota dan pengurus pada organisasi sosial politik dan sayap organisasi politik apapun, ….dan ….setiap anggota dan kader PMII tidak boleh merangkap jabatan pada setiap jenjang level kepengurusan di PMII.
Artinya, semua pengurus PMII tidak boleh membawa kepentingan dan menjadi bagian dari partai politik. Koridor dalam peraturan tersebut jelas menunjukkan bahwa semua pengurus PMII harus bersih dari rangkap jabatan di PMII, kepentingan partai politik dan kepentingan elektoral lainnya.
Secara spesifik PMII mengatur persyaratan ketua umum dalam PO tentang Strategi Rekruitmen Kepemimpinan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Keputusan MUSPIMNAS PMII Nomor 04.MUSPIMNAS.2022 tentang Strategi Rekrutmen Kepemimpinan PMII pada Pasal 12 PO tersebut menyebutkan bahwa syarat Ketua Umum PB PMII adalah (1) minimal telah mengikuti Pelatihan Kader Nasional (PKN), (2) berusia maksimal 30 tahun pada saat terpilih, (3) minimal sedang menjadi mahasiswa Pascasarjana atau Magister (S2), dan (4) minimal IPK 2,75 bagi fakultas eksakta, dan IPK 3,00 bagi fakultas non-eksakta. Ketentuan persyaratan calon ketua umum juga dijelaskan lebih lanjut dalam PO tentang Badan Pekerja Kongres (BPK) PMII.
Pada bagian ini, persyaratan ketua umum meliputi: persyaratan sebagaimana dalam PO Strategi Rekrutmen Kepemimpinan PMII, formulir pendaftaran, surat pernyataan bermeterai untuk mengikuti tahapan jelang Kongres, mendapatkan tiga rekomendasi PC atau PKC secara proporsional dari tiga zona, serta artikel/makalah visi misi calon ketua umum.
Merujuk pada publikasi BPK sebagaimana dalam akun Instagram @kongrespmiipalembang pada 28 Mei 2024, terdapat beberapa perbedaan signifikan tentang persyaratan bakal calon ketua umum PB PMII yang tidak berkaitan sama sekali dengan syarat utama bakal calon, di antaranya adalah persyaratan surat rekomendasi dari PC atau PKC asal, pembayaran biaya administrasi pengambilan formulir, serta pelunasan biaya administrasi ketika pengembalian formulir pendaftaran.
Pertama, persyaratan rekomendasi PC atau PKC asal secara politik membatasi -bahkan memotong- para kader potensial terbaik yang akan mencalonkan diri sebagai ketua umum. Hal ini seringkali diisyaratkan dengan banyaknya intrik politik dan pelarangan dengan tidak menerbitkan surat rekomendasi dari PC atau PKC asal.
Kedua, tidak adanya rasionalisasi terhadap tingginya biaya administrasi bagi calon ketua umum menjadikan para calon kandidat dengan keterbatasan finansial berpikir ulang untuk maju dan bertarung dalam Kongres.
Lainnya, adanya biaya administrasi yang besar memberikan gambaran apakah tahap awal transisi kepemimpinan di PMII sudah mengarah pada pragmatisme politik? Bagaimana asas kesukarelaan dan kesetaraan berlaku dalam hal organisasi?
Pertanyaan besarnya adalah atas dasar apa BPK menetapkan penambahan persyaratan tersebut? Hal ini tentu bertentangan dengan tugas BPK sebagaimana tercantum dalam Keputusan MUSPIMNAS PMII Nomor 12.MUSPIMNAS.2022 tentang BPK PMII.
Dalam Pasal 3 peraturan tersebut, BPK tidak sama sekali berhak dan berwenang menetapkan persyaratan bakal calon ketua umum PB PMII. BPK hanya bertugas untuk mempersiapkan tahapan-tahapan dalam proses rekrutmen, yaitu menetapkan tata cara dan proses rekrutmen, menetapkan bakal calon, menetapkan calon, dan menetapkan nomor urut calon ketua umum PB PMII dan Ketua KOPRI PB PMII.
Hal demikian kemudian menjadikan BPK diduga melanggar AD/ART dan PO PMII dan berimplikasi pada tidak sah dan inkonstitusionalnya Keputusan yang dihasilkan BPK. Akibatnya, BPH PB PMII dapat membubarkan dan membentuk ulang BPK PB PMII (Lihat Pasal 3 Ayat 5 PO BPK PMII).
Kondisi ini tentu perlu direspon serius oleh PB PMII dan kepengurusan PMII pada semua tingkatan di Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan ini. Jika pembiaran pelanggaran terhadap konstitusi organisasi terus berlanjut dan tetap terjadi, maka contoh buruk ini akan menjadi praktik lazim bagi organisasi PMII dan mengancam marwah dan nama baik PMII sebagai organisasi mahasiswa yang profesional dan taat pada produk hukum organisasi.
Situasi inilah yang kemudian mendorong penulis untuk mengusulkan perlu adanya perbaikan regulasi kaitannya dengan strategi rekrutmen kepemimpinan PMII di semua tingkatan, mulai dari Pengurus Rayon hingga Pengurus Besar.
Semua persyaratan, mekanisme, prosedur, dan tahapan kepemimpinan organisasi harus diatur secara jelas dan rinci dalam hukum tertulis organisasi. Perbaikan juga harus dilakukan pada beberapa aturan organisasi yang tidak konsisten, overlapping, dan saling bertentangan. Inkonsistensi terlihat pada syarat batas usia maksimal calon ketua umum PB PMII.
Pada Pasal 12 PO Strategi Rekrutmen Kepemimpinan PMII dijelaskan bahwa usia maksimal calon ketua umum PB PMII adalah 30 tahun. Sedangkan, Pasal 13 pada peraturan yang sama menyebutkan bahwa batas usia adalah belum genap menginjak tahun usia berikutnya.
Upaya perbaikan tersebut harus ada untuk memastikan bahwa tidak boleh ada lagi celah bagi BPK, pengurus, atau pihak lainnya untuk memberikan tafsir yang menyimpang dari konstitusi organisasi. Hal ini menjadi harga mati bagi PMII sebagai organisasi kaderisasi untuk melakukan penataan pola rekrutmen kepemimpinan.
Harga Mati Akuntabilitas dan Transparansi Kinerja BPK PMII
BPK sebagai penerima mandat organisasi untuk melakukan tahapan-tahapan rekrutmen sudah seharusnya bekerja secara terbuka dan bertanggungjawab. Melaporkan hasil kerjanya kepada publik merupakan sebuah kewajiban.
Tidak hanya melakukan verifikasi berkas persyaratan dari para kandidat, BPK perlu untuk melakukan validasi atas kebenaran informasi yang disampaikan. Di era perkembangan informasi dan komunikasi yang sangat pesat ini, cukup mudah kemudian untuk melakukan false-check information dari para kandidat ketua umum.
Berkaitan dengan minimal satu periode pengelaman kepengurusan, BPK dapat melakukan konfirmasi terhadap PC atau PKC di mana kandidat tersebut berproses sebelumnya. Hal tersebut juga dapat dilakukan untuk memvalidasi surat rekomendasi PC/PKC dan sertifikat pelatihan PKN dan/atau SKKN sebagaimana disyaratkan.
Lainnya, verifikasi dan validasi berkaitan dengan batas usia maksimal 30 tahun dapat dilakukan dengan melakukan fitur cek NIK online yang disediakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Hal ini untuk meminimalisir potensi adanya pemalsuan identitas diri. Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk memverifikasi dan memvalidasi ijazah akademik melalui fitur www.ijazah.kemdikbud.go.id atau instansi terkait lainnya, serta data sebagai peserta didik aktif magister (S2) di perguruan tinggi melalui kanal www.pddikti.kemdikbud.go.id.
Hal yang lebih penting lainnya adalah keterlibatan para kandidat dalam aktivitas politik atau tergabung sebagai anggota dan/atau pengurus partai politik. Dengan menggunanakan NIK atau jejak digital lainnya, BPK dapat mengidentifikasi keterlibatan para calon dalam aktivitas politik praktis. Poin ini menjadi krusial untuk menjaga independensi PMII dari intervensi kelompok politik dan kekuasaan tertentu.
Tidak hanya itu, publik luas juga perlu untuk bersama-sama mengawal proses pencalonan ini dan melaporkan ke BPK jika ditemukan perbedaan data temuan. Upaya-upaya inilah yang kemudian hadir untuk mencegah adanya potensi pemalsuan persyaratan para kandidat dan mewujudkan proses kandidasi yang fair, transparent, dan accountable.
Mengetahui Visi, Misi, dan Tujuan
Berkaitan erat dengan persyaratan administratif, adalah penting bagi warga pergerakan untuk mengetahui visi, misi, tujuan dan kapasitas dari para kandidat. Visi merupakan impian, cita-cita, nilai dan tujuan yang hendak dicapai dalam proses kepemimpinan.
Sedangkan misi adalah poin-poin penting tentang cara atau jalan untuk mencapai visi tersebut. Dalam konteks ini, visi dari para calon ketua umum PB PMII harus berangkat dari kondisi riil organisasi yang didasarkan pada nilai ideal dan tujuan organisasi.
Urgensi kebutuhan nyata organisasi adalah evaluasi dan refleksi atas apa yang sudah, belum dan tidak dilakukan dalam periode sebelum-sebelumnya. Hal ini penting untuk memastikan PMII tetap berjalan pada koridor yang seharusnya. Idealisme PMII dapat dilihat dari sifat PMII itu sendiri, yaitu organisasi keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independen, dan profesional.
Secara internal, refleksi juga diarahkan pada mulai pudarnya agenda kaderisasi sebagaimana tercantum dalam tujuan organisasi, yaitu terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Visi, misi, dan tujuan dari para kandidat harus menyentuh problem tentang Gerakan mahasiswa Indonesia, misalkan. Bagaimana mereka mampu menjawab tantangan akan stagnasi daya dobrak gerakan mahasiswa dan menurunnya nilai tawarnya terhadap kelompok kekuasaan.
Para kandidat juga wajib mencantumkan problematika ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan yang saat ini tengah dihadapi oleh Masyarakat Indonesia, utamanya kelompok pemuda. Bagaimana infiltrasi pengaruh budaya asing yang justru menggerus eksistensi kearifan lokal, praktik keagamaan, serta kelompok kapital yang menguasai panggung ekonomi nasional dan internasional,
Para kandidat wajib menjawab tentang situasi tidak berdaya dan melemahnya Masyarakat sipil di tengah dominasi kekuatan negara. Keberpihakan PMII terhadap perjuangan rakyat banyak juga harus menjadi bagian dari visi misi yang ditawarkan oleh para kandidat.
Ketika kekuasaan negara sudah tidak lagi berpihak pada rakyatnya dan hanya mendukung kelompok elit, Gerakan PMII wajib hadir untuk membersamai Masyarakat. PMII menjadi middle group yang menjembatani antara Masyarakat dan kelompok penguasa untuk menyampaikan kepentingan dan aspirasi masyarakat
Reformasi agenda kaderisasi harus mutlak dilakukan. Pada satu sisi, doktrinasi terhadap anggota harus bersamaan dilakukan dengan upaya peningkatan profesionalisme kader pada setiap bidang keilmuwan dan profesi.
Universitas atau perguruan tinggi harus menjadi prioritas kaderisasi PMII dibandingkan hanya sekedar memfasilitasi agenda politik dari kelompok tertentu. Lebih dari itu, kader PMII tidak boleh hanya menjadi gerombolan buih di lautan yang terombang-ambing ke sana-sini, melainkan menjadi pribadi profesional yang berpegang pada komitmen dan nilai dasar pergerakan PMII.
Pada akhirnya, Kongres PMII adalah rembug utama dan kepentingan seluruh warga pergerakan dan tidak hanya dikooptasi oleh kelompok tertentu.
Penulis: Muh Afit Khomsani, Pengurus PB PMII Bidang Hubungan Luar Negeri dan Jaringan Internasional Masa Khidmat 2021-2024