Dark
Light
Dark
Light
Top Banner

Viral 'Tuyul' hingga 'Wine' Dapat Sertifikat Halal, Kemenag: Cuma Namanya, Produknya Halal

Viral 'Tuyul' hingga 'Wine' Dapat Sertifikat Halal, Kemenag: Cuma Namanya, Produknya Halal

JAKARTA, (ERAKINI) - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) RI memberikan penjelasan terkait dengan produk minuman dengan nama kontroversial yakni 'tuyul' 'tuak' 'beer' dan 'wine' yang viral di media sosial. 

Kemenag membenarkan produk-produk tersebut telah mendapatkan sertifikasi halal dari Kemenag. Kemenag juga menjamin produk tersebut halal untuk diminum. 

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, mengatakan, permasalahan itu terkaut penamaan produk, bukan soal kehalalan produknya.

 “Masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya karena telah melalui proses sertifikasi sesuai mekanisme yang berlaku," kata Mamat di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Ia juga menuturman, penamaan produk halal diatur melalui regulasi yang jelas, yaitu SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020, yang melarang penggunaan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam atau etika masyarakat. Namun, dalam praktiknya, masih ada produk dengan nama-nama tersebut yang lolos sertifikasi.

“Misalnya, produk dengan nama menggunakan kata ‘wine’ yang sertifikat halalnya diterbitkan oleh Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk, dan 53 produk lainnya disertifikasi oleh Komite Fatwa Produk Halal,” ujar Mamat, sambil merinci data yang diperoleh dari sistem Sihalal.

Selain itu, produk dengan nama “beer” yang lolos sertifikasi halal dari Komisi Fatwa MUI tercatat sebanyak 8 produk, sementara 14 produk lainnya disertifikasi oleh Komite Fatwa Produk Halal.

Lebih lanjut, Mamat menegaskan bahwa produk-produk tersebut telah melalui pemeriksaan dan pengujian oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), terutama LPH LPPOM, yang menyumbang sebagian besar produk bersertifikat halal dengan nama-nama tersebut. Namun, ia juga mengakui adanya perbedaan pandangan ulama terkait penamaan produk dalam proses sertifikasi halal.

Dzikro, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, menambahkan bahwa perbedaan pandangan tersebut masih dalam batas wajar dan tidak menyangkut aspek kehalalan zat maupun proses produk. Ia juga mengajak semua pihak untuk berdiskusi demi menghindari polemik di tengah masyarakat.

Sebagai penutup, BPJPH mengingatkan tentang kewajiban sertifikasi halal yang akan diberlakukan mulai 17 Oktober 2024, khususnya untuk produk makanan dan minuman, serta menyerukan agar semua pihak fokus menyukseskan implementasi kebijakan ini demi kenyamanan konsumen.

“Seluruh energi stakeholder Jaminan Produk Halal sebaiknya digunakan untuk menyukseskan kewajiban sertifikat halal yang semakin dekat,” pungkas Dzikro.


Editor:

Halal Terkini