Dark
Light
Dark
Light
Top Banner

Film ‘Penumpasan Penghkhianatan G30S PKI’: Sejarah dan Kontroversi

Film ‘Penumpasan Penghkhianatan G30S PKI’: Sejarah dan Kontroversi

JAKARTA, (ERAKINI) – Hari ini bertepatan dengan tanggal 30 September 2024. Tanggal ini menjadi tanggal yang cukup ramai diperbincangkan kaitannya dengan tragedi Gerakan 30 September (G30S) 1965, termasuk film kontroversial berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI.

Film bergenre dokumenter drama garapan sutradara Arifin C Noer yang diproduksi pada masa pemerintahan Orde Baru berdurasi 3 jam 40 menit ini menjadi salah satu karya kontroversial di perfilman Indonesia. Film ini mengangkat tragedi yang terjadi pada 30 September 1965 saat terjadi penculikan dan pembunuhan petinggi militer Indonesia sebagai bagian dari kudeta terhadap pemerintah Indonesia.

Sejarah Film ‘Penumpasan Penghkhianatan Film G30S PKI’

Film ‘Penumpasan Penghkhianatan Film G30S PKI’ dibuat tahun 1984 dengan Arifin C. Noer sebagai sutradara sekaligus penulisnya. Disponsori oleh pemerintahan Orde Baru Soeharto, film ini diproduksi oleh Perum Produksi Film Nasional (PPFN) dan diproduseri oleh Direktur PPFN Brigjen Gufran Dwipayana (Dipo), yang juga merupakan anggota staf Presiden Soeharto.

Film G30S PKI pertama kali tayang di layar tancap di DKI Jakarta pada tahun 1984. Pada tahun 30 September 1985, film ini ditayangkan di Televisi Republik Indonesia (TVRI).

‘Penumpasan Penghkhianatan Film G30S PKI’ dibuat berdasarkan pada versi resmi menurut pemerintah kala itu dari peristiwa "Gerakan 30 September" atau "G30S" (peristiwa percobaan kudeta pada tahun 1965) yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, yang menggambarkan peristiwa kudeta ini didalangi oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Kisah yang diangkat daalm film ini yaitu gambaran masa menjelang kudeta dan beberapa hari setelah peristiwa kudeta tersebut. Saat itu, Dalam kekacauan ekonomi, enam jenderal diculik dan dibunuh oleh PKI dan TNI Angkatan Udara, konon untuk memulai kudeta terhadap Presiden Soekarno.

Jenderal Soeharto muncul sebagai tokoh yang menghancurkan gerakan kudeta tersebut, setelah itu mendesak rakyat Indonesia untuk memperingati mereka yang tewas dan melawan segala bentuk komunisme.

Film ini juga menampilkan pergantian rezim pemerintahan Indonesia dari Presiden Soekarno ke Soeharto menurut versi pemerintahan Orde Baru. Film ini menggambarkan gerakan G30S sebagai gerakan kejam yang telah merencanakan "setiap langkah dengan terperinci" menggambarkan sukacita dalam penggunaan kekerasan yang berlebihan dan penyiksaan terhadap para jenderal, penggambaran yang telah dianggap menggambarkan bahwa "musuh negara adalah bukanlah manusia".

Film ‘Penumpasan Penghkhianatan Film G30S PKI’ ini menjadi film dalam negeri pertama yang dirilis secara komersial dan menampilkan peristiwa 1965 tersebut.

Film ini terus digunakan sebagai kendaraan propaganda oleh pemerintah Orde Baru selama 13 tahun, di mana pemerintahan Soeharto kala itu memerintahkan satu-satunya stasiun televisi di Indonesia saat itu, TVRI, untuk menayangkan film ini setiap tahun pada tanggal 30 September malam.

Film ini sempat juga diperintahkan untuk menjadi tontonan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia, walaupun memperlihatkan adegan-adegan yang penuh kekerasan berlebihan. Pada saat stasiun-stasiun televisi swasta bermunculan, mereka juga dikenai kewajiban yang sama. Peraturan ini kemudian dihapuskan sejak jatuhnya Soeharto tahun 1998. Sejak itu film ini telah menjadi kurang diminati lagi dan baru diputar lagi oleh tvOne pada tahun 2017. Meskipun aspek artistik film ini tetap diterima dengan baik, kekeliruan sejarahnya telah menuai banyak kritik.

Kontroversi
Penayangan ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI’ ini turut menuai kecaman, salah satunya adalah dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

“Film yang diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN) pada tahun 1984 ini mengandung banyak penyimpangan sejarah serta memuat banyak adegan kekerasan. Konten tersebut menjadikannya tidak pantas untuk ditayangkan secara luas karena dapat menyebabkan trauma dan menormalisasi kekerasan, terutama di kalangan anak-anak,” kata Badan Pekerja KontraS Dimas Bagus Arya Saputra dikutip dari laman Kontras.org, Senin (30/9/2024).

Menurutnya, hal ini sejalan dengan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) No. 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS), yang dalam Pasal 23 melarang program yang menampilkan kekerasan secara detail, termasuk penembakan dan adegan berdarah. Selain itu, Pasal 24 Ayat (1) melarang tayangan yang mengandung ungkapan kasar dan makian yang dapat merendahkan martabat manusia.

“Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI sendiri merupakan film propaganda narasi dari rezim Soeharto untuk merawat upaya peminggiran negara terhadap PKI yang telah menyebabkan pembunuhan massal terhadap masyarakat di seluruh Indonesia sepanjang 1965-1966. Para korban dituduh terlibat dalam pembunuhan terhadap tujuh jenderal Angkatan Darat meskipun pada kenyataannya mereka tidak melakukan kesalahan apapun. Sebagai bagian dari upaya propaganda, film ini menyajikan ketidaksesuaian informasi dengan menyudutkan PKI,” katanya.

Oleh karena itu, menurutnya, penayangan film ini bagi publik justru merawat kebencian dan mewariskan ingatan kolektif yang keliru mengenai sejarah bangsa Indonesia. KontraS pun mendesak supaya Stasiun Televisi untuk tidak menayangkan film ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI’.

Hiburan Terkini