Dark
Light
Dark
Light
Top Banner

Ketika Allah Bebaskan Aisyah dari Fitnah Selingkuh dalam Tafsir Surat An-Nur Ayat 11

Ketika Allah Bebaskan Aisyah dari Fitnah Selingkuh dalam Tafsir Surat An-Nur Ayat 11

Kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan sahnya terus terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tercermin dari cerita-cerita para pengguna media sosial yang disertai dengan bukti perselingkuhan yang ditampilkan di unggahan medsosnya. 

Terbaru, true story soal perselingkuhan antara adik ipar dengan seorang suami di Surabaya, Jawa Timur. Bahkan, kisah ini telah diangkat ke layar lebar dengan judul Ipar Adalah Maut. Film karya sutradara Hanung Bramantyo yang dirilis pada 13 Juni 2024 lalu tersebut telah ditonton sebanyak 4,3 juta orang. 

Penyajian kisah nyata soal fenomena main serong yang dilakukan pasangan suami istri rupanya menjadi perhatian khusus masyarakat, terutama umat Islam. 

Lebih lanjut, dalam Islam perselingkuhan merupakan perbuatan yang hina, keji dan dilarang oleh syariat. Pada zaman nabi dulu, setiap orang yang selingkuh dan terbukti berzina, langsung dicambuk. 

Namun, seyogianya umat Islam mesti berhati-hati, sebelum menyimpulkan apakah dia berzina atau tidak, apakah dia selingkuh atau tidak. Sebab hal ini bisa berdampak terhadap munculnya fitnah yang dapat merugikan umat Islam yang dituduh. 

Terkait masalah fitnah perselingkuhan, Istri Nabi Muhammad saw, Siti Aisyah, r.a. ternyata pernah juga menjadi korban fitnah perselingkuhan. Cerita ini termaktub dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 11.  Dalam ayat ini, Aisyah dituduh berselingkuh dan berzina dengan seorang sahabat Nabi bernama Shafwan. Ayat ini juga sekaligus memberikan keterangan bantahan soal tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa Aisyah adalah wanita yang baik dan salehah. 

Allah berfirman:

 اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ 

مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Innal-lażīna jā'ū bil-ifki ‘uṣbatun minkum, lā taḥsabūhu syarral lakum, bal huwa khairun lakum, likullimri'in minhum maktasaba minal-iṡm(i), wal-lażī tawallā kibrahū minhum lahū ‘ażābun ‘aẓīm(un). 

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat. 

Dilansir dari NU Online, Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Jilid IX, halaman 295 menjelaskan bahwa ayat-ayat sebelumnya dalam Surat An-Nur membahas tentang tuduhan penyelewengan terhadap wanita-wanita yang suci dan cara penyelesaiannya. 

Ayat-ayat ini juga menjelaskan tuntutan hukum jika tuduhan tersebut dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Tuduhan ini membawa sanksi dan dampak yang sangat berat dan buruk. Ayat ini kemudian mengangkat kasus serupa yang terjadi dalam keluarga Nabi Muhammad saw. 

Allah mengecam mereka yang menuduh istri beliau, ‘Aisyah ra, tanpa bukti. Allah berfirman bahwa orang-orang yang menyebarkan berita bohong dan keji mengenai kehormatan keluarga Nabi Muhammad saw adalah bagian dari komunitas kaum mukmin. 

Allah memperingatkan agar kaum mukmin tidak menganggap berita bohong itu buruk bagi mereka, karena dari situ mereka bisa membedakan siapa yang munafik dan siapa yang kuat imannya. Setiap orang yang menyebarkan rumor itu akan mendapatkan balasan sesuai dengan dosa yang mereka lakukan dengan sengaja. 

Lebih lanjut, ayat ini menyatakan bahwa orang yang mengambil bagian terbesar dalam penyebaran berita bohong itu, yang menjadi sumber dan pemimpin kelompok tersebut, akan mendapatkan balasan yang lebih besar di akhirat nanti. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dosa menyebarkan fitnah dan betapa besar konsekuensi yang harus ditanggung oleh mereka yang melakukannya. 

Oleh karena itu, ayat ini mengajarkan kepada kaum mukmin untuk berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan berita, terutama yang tidak memiliki dasar bukti yang kuat. Tuduhan tanpa bukti tidak hanya merusak kehormatan individu tetapi juga membawa dampak buruk bagi seluruh komunitas. 

Selain itu, penting bagi setiap orang untuk menjaga lisannya dan tidak terlibat dalam penyebaran fitnah.  Tafsir Bahrul Ulum Abu Laits Samarqandi dalam kitab Bahrul Ulum, Jilid II, halaman 502 menjelaskan Surat An-Nur, ayat 11 [اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ] "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong..." (QS. An-Nur: 11) merujuk kepada mereka yang menyebarkan kebohongan. Menurut Al-Akhfasy, kata "al-ifk" adalah bentuk kebohongan yang paling buruk. 


Editor:
JADWAL SHOLAT
15 Oktober 2024
11 Rabiulakhir 1446
Imsak
04:05
Subuh
04:15
Dzuhur
11:40
Ashar
14:48
Magrib
17:48
Isya'
18:58

Hikmah Terkini