Kisah Wafatnya Rasulullah pada 12 Rabiul Awal Tahun 11 Hijriah
Nabi Muhammad merupakan manusia agung yang diutus ke muka bumi ini untuk membangun peradaban umat Manusia. Tidak ada yang menandingi akhlak putra Abdullah tersebut. Kepemimpinannya yang penuh dengan prestasi dan capaian yang membanggakan sebagai Kepala Negara semakin membuat masyarakat Arab tidak mau berpisah dengannya.
Nabi Muhammad lahir pada 571 M di Kota Makkah pada tahun Gadjah. Di mana saat itu, penduduk Arab kondisinya terpuruk, akhlaknya hancur bahkan disebut sebagai zaman jahiliyah (zaman kebodohan). Diutusnya Nabi Muhammad telah merubah segalanya, masyarakat Arab semakin makmur, sejahtera dan mendapatkan perlindungan dari seorang pemimpin yang adil.
Sebagai manusia biasa, Rasulullah akhirnya kembali ke pangkuan ilahi rabbi pada waktu Dhuha sedang memanas yakni 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah. Ketika itu beliau berusia 63 lebih empat hari. Rasulullah meninggalkan masyarakat Arab untuk selama-lamanya, karena dipanggil Allah azza wa jalla. Ajaran beliau akan selalu menjadi hukum bagi umat Islam untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di alam semesta ini.
Hari-hari terakhir Nabi Muhammad saw
Dilansir dari NU Online, sahabat Nabi, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa pada Hari Senin dini hari, ketika kaum muslimin sedang melaksanakan shalat Subuh yang dipimpin Abu Bakar RA. Nabi SAW yang tidak menemui mereka, menyingkap tabir kamar Aisyah dan memperhatikan mereka yang berada di shaf-shaf shalat di Masjid.
Kemudian beliau tersenyum. Abu Bakar sebagai imam tiba-tiba mundur mengira Rasulullah saw akan keluar dan menjadi imam seperti biasanya. Selanjutnya, Anas menuturkan bahwa kaum muslimin hampir terganggu di dalam shalat mereka, karena bergembira dengan keadaan Rasulullah SAW.
Namun, beliau memberikan isyarat dengan tangan beliau agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian, beliau masuk kamar dan menurunkan tabir. Setelah itu, Rasulullah SAW tidak mendapatkan waktu shalat lagi.
Beberapa waktu kemudian, tepatnya ketika waktu Dhuha hampir habis, Nabi SAW memanggil Fatimah, lalu membisikan sesuatu kepadanya, dan Fatimah pun menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikan sesuatu, lalu Fatimah tersenyum. Aisyah berkata, setelah itu, kami bertanya kepada Fatimah tentang hal tersebut.
Fatimah Ra menjawab, ”Nabi SAW membisikkan bahwa beliau akan wafat, lalu aku menangis. Kemudian, beliau membisiki lagi dan mengabarkan aku adalah orang pertama di antara keluarga beliau yang akan menyusul beliau.” (Shahihul Bukhari, II: 638).
Nabi SAW juga mengabarkan kepada Fatimah bahwa Fatimah adalah kaum wanita semesta alam. Fatimah melihat penderitaan berat yang dirasakan oleh Rasulullah SAW sehingga dia berkata,”Alangkah berat penderitaan ayah!” tetapi beliau menjawab,”Sesudah hari ini, ayahmu tidak akan menderita lagi.”
Beliau memanggil Hasan dan Husain, lalu mencium keduanya, dan berpesan agar bersikap baik kepada keduanya. Beliau juga memanggil istri-istri beliau, lalu beliau memberi nasehat dan peringatan kepada mereka.
Sakit beliau semakin parah, dan pengaruh racun yang pernah beliau makan (dari daging yang disuguhkan oleh wanita Yahudi) ketika di Khaibar muncul, sampai-sampai beliau berkata,”Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang kumakan ketika di Khaibar.
Sekarang saatnya aku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun tersebut.” Beliau juga memberi nasehat kepada orang-orang ,”(perhatikanlah) shalat; dan budak-budak yang kalian miliki!” Beliau menyampaikan wasiat ini hingga beberapa kali.
Saat terakhir, tanda-tanda datangnya ajal mulai tampak. Aisyah menyandarkan tubuh Rasulullah ke pangkuannya. Aisyah lalu berkata,” Sesungguhnya di antara nikmat Allah yang dikaruniakan kepadaku adalah bahwa Rasulullah SAW wafat di rumahku, pada hari giliranku, dan di pangkuanku, serta Allah menyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat beliau wafat.
Ketika aku sedang memangku Rasulullah SAW, Abdurahman dan Abu Bakar masuk dan di tangannya ada siwak. Aku melihat Rasulullah SAW memandanginya, sehingga aku mengerti bahwa beliau menginginkan siwak. Aku bertanya ,’Kuambilkan siwak itu untukmu?’ Beliau memberi isyarat “ya” dengan kepala, lalu kuambilkan siwak itu untuk beliau.
Rupanya siwak itu terasa keras bagi beliau, lalu kukatakan,’kulunakkan siwak itu untukmu?’ Beliau memberi isyarat”ya” lalu kulunakan siwak itu. Setelah itu aku menyikat gigi beliau dengan sebaik-baiknya siwak itu. Sementara itu, di hadapan beliau ada bejana berisi air. Beliau memasukan kedua tangannya ke dalam air itu, lalu mengusapkannya ke wajah seraya berkata,’La ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu ada sekarat nya.” (Shahih Bukhari II, 640).
Seuasi bersiwak, beliau mengangkat kedua tangan beliau yang mulia, atau jari-jarinya mengarahkan pandangannya ke langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mendengarkan apa yang beliau katakan itu, beliau berkata,”Ya Allah ampunilah aku; Rahmatillah aku; dan pertemukan aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi.
Ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi.” (Darimi, Misykatul Mashabih, II: 547). Beliau mengulang kalimat terakhir tersebut sampai tiga kali, lalu tangan beliau lunglai dan beliau kembali kepada Kekasih Yang Maha Tinggi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.