Benarkah Safar Bulan Sial? Begini Kata Para Ulama Syafi'i
Memasuki bulan Safar 1446 H, ada sejumlah orang yang menganggap bulan ini sebagai bulan sial yang dipenuhi dengan musibah serta keburukan.
Sebenarnya, anggapan ini telah mendapatkan bantahan dari ulama syafi'i, bahkan Rasulullah saw sendiri telah memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
Adapun keyakinan akan kesialan bulan Safar ini juga merambah di kalangan masyarakat Indonesia. Mula anggapan atau keyakinan tersebut sebenarnya tidak lepas dari tradisi orang Arab yang memiliki keyakinan bahwa bulan Safar merupakan bulan kesialan dan penuh cobaan.
Dilansir dari NU Online, keyakinan salah tersebut mengakar dan menyebar ke mana-mana, bahkan tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengikutinya. Rasulullah saw pun menegaskan dirinya menolak anggapan tersebut. Penolakannya itu dinyatakan dalam sebuah haditsnya sebagai berikut.
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ
Artinya, “Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.” (HR al-Bukhari) (Badruddin ‘Aini, ‘Umdâtul Qâri Syarhu Shahîhil Bukhâri, [Beirut, Dârul Kutub: 2006], juz IX, halaman 409).
Kemudian, Syekh Abu Bakar Syata ad-Dimyathi (wafat 1302 H), sebagaimana dikutip dari Ustadz Sunnatullah, mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Hâsiyyah I’ânatuth Thâlibîn juz 3, bahwa hadits di atas ditujukan untuk menolak keyakinan dan anggapan orang-orang jahiliah yang mempercayai setiap sesuatu dapat memberikan pengaruh dengan sendirinya; baik keburukan maupun kebaikan.
Selain itu, masih menurut Syekh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi, hadits di atas juga menegaskan penolakan Rasulullah saw terhadap setiap penisbatan suatu kejadian kepada selain Allah. Artinya, semua kejadian yang terjadi murni karena kehendak Allah yang sudah tercatat sejak zaman azali, bukan disebabkan waktu, zaman, dan anggapan salah lainnya.