PBB: Lebih dari 560.000 Anak di Gaza Selesai Divaksin Polio Putaran Pertama
JAKARTA, (ERAKINI) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mitranya telah melakukan vaksinasi polio terhadap lebih dari 560.000 anak di bawah 10 tahun di Jalur Gaza. Hal itu disampaikan PBB pada Jumat (13/9/2024).
Melansir Xinhua, Sabtu (14/9/2024), Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa putaran pertama kampanye vaksinasi darurat di zona utara, tengah, dan selatan Gaza berakhir pada hari Kamis.
Selama fase terakhir putaran pertama di Gaza utara, menurut OCHA, PBB dan mitranya memberikan vaksin kepada lebih dari 112.000 anak selama tiga hari.
Kantor tersebut mengatakan mitranya akan memulai kampanye vaksinasi putaran kedua dalam waktu sekitar empat minggu.
Para aktivis kemanusiaan mengatakan analisis baru WHO menemukan 22.500 orang yang terluka di Gaza pada tanggal 23 Juli diperkirakan mengalami cedera yang mengubah hidup sehingga memerlukan layanan rehabilitasi saat ini dan di tahun-tahun mendatang.
Cedera tersebut mewakili seperempat dari keseluruhan cedera yang dilaporkan Kementerian Kesehatan pada periode tersebut.
OCHA mengatakan laporan tersebut muncul di tengah kehancuran sistem kesehatan di Gaza, dengan hanya 17 dari 36 rumah sakit yang berfungsi sebagian, sementara layanan kesehatan primer dan layanan tingkat masyarakat sering kali ditangguhkan atau tidak dapat diakses karena serangan, ketidakamanan, dan perintah evakuasi yang berulang kali.
Kantor tersebut mengatakan telah memobilisasi mitra kemanusiaan untuk menilai kebutuhan orang-orang yang terkena dampak operasi dua hari terakhir pasukan Israel di Tulkarem dan Tubas di Tepi Barat. Operasi itu berakhir pada hari Kamis, dengan hampir selusin warga Palestina dilaporkan tewas.
OCHA mengatakan puluhan keluarga mengungsi ketika rumah mereka dirusak pada hari Rabu dan Kamis selama operasi tersebut, yang melibatkan pasukan udara dan darat Israel, dengan baku tembak antara warga Palestina dan pasukan Israel.
“Penggunaan taktik mematikan seperti perang di wilayah Tepi Barat telah menimbulkan kekhawatiran atas penggunaan kekuatan berlebihan yang tampaknya melampaui standar penegakan hukum,” kata OCHA.