Qatar, Mesir, AS Undang Israel dan Hamas pada 15 Agustus untuk Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata Gaza
JAKARTA, (ERAKINI) – Negara-negara penengah mendesak Israel dan Hamas untuk melanjutkan perundingan mereka di tengah kekhawatiran akan terjadinya konflik yang lebih luas di wilayah tersebut.
Mereka adalah Qatar, Mesir dan Amerika Serikat yang telah meminta Israel dan Hamas untuk melanjutkan perundingan guna mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza, karena pemboman terus-menerus yang dilakukan Israel terhadap wilayah tersebut telah menewaskan hampir 40.000 warga Palestina dan meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi regional lebih lanjut.
Dalam pernyataan bersama pada hari Kamis (8/8/2024), ketiga negara tersebut mendesak Israel dan Hamas “untuk melanjutkan diskusi mendesak” pada tanggal 15 Agustus di Doha atau Kairo “untuk menutup semua kesenjangan yang tersisa dan memulai implementasi kesepakatan tanpa penundaan lebih lanjut”.
“Ini adalah waktu untuk menyimpulkan perjanjian gencatan senjata dan membebaskan sandera dan tahanan,” kata mereka, dikutip dari Aljazeera, Jumat (9/8/2024).
“Kami telah bekerja selama berbulan-bulan untuk mencapai kesepakatan kerangka kerja dan kini hal tersebut telah dibahas, hanya rincian implementasinya yang belum ada,” imbuhnya.
Terkait hal itu, Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dengan cepat menanggapi seruan tersebut, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Israel akan mengirim delegasi untuk menghadiri pembicaraan minggu depan “untuk menyelesaikan rincian dan melaksanakan perjanjian kerangka kerja”.
Sementara, Hamas, faksi politik Palestina yang menguasai Gaza, belum memberikan tanggapan.
Pernyataan bersama tersebut muncul di tengah kegagalan upaya selama berbulan-bulan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza, di mana serangan militer Israel telah menewaskan sedikitnya 39.699 warga Palestina dan melukai 91.722 lainnya sejak awal Oktober.
Pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh baru-baru ini di ibu kota Iran, Teheran – yang diyakini secara luas dilakukan oleh Israel – juga memicu pertanyaan tentang prospek kelanjutan perundingan gencatan senjata.
Pembunuhan Haniyeh – yang merupakan tokoh kunci dalam perundingan tersebut – dipandang oleh banyak orang sebagai upaya pemerintahan Netanyahu untuk menggagalkan upaya negosiasi untuk mengakhiri perang.