JAKARTA, (ERAKINI) - Kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah kembali terjadi di Indonesia. Kali ini, kasus yang merugikan negara dan masyarakat tersebut datang dari Bengkulu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur sekaligus Calon Gubernur Bengkulu 2024-2029, Rohidin Mersyah pada Minggu (24/11/2024). Rohidin langsung dibawa ke Jakarta dan ditetapkan sebagai tersangka pemerasan terhadap anak buahnya.
Menurut KPK, Rohidin memeras pegawai di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk mendanai pencalonannya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Selain Rohidin, dua orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Adc Gubernur Bengkulu Evriansyah alias AC atau Anca. Ketiganya saat ini ditahan di Rumah Tahanan KPK.
Berikut fakta-fakta kasus OTT Gubernur Maluku Rohidin Mersyah:
Butuh dana besar untuk kampanye
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan, Rohidin yang sedang mencalonkan diri untuk Pilkada 2024 membutuhkan dana untuk kampanye. Sehingga cara yang dinilai bisa dilakukan oleh Rohidin yaitu dengan meminta bantuan kepada pejabat di Pemprov Bengkulu.
Rohidin kemudian menghubungi Sekretaris Daerah Bengkulu, Isnan Fajri untuk menyampaikan terkait tujuannya memeras anak buah di Pemprov Bengkulu. Isnan Fajri kemudian mengumpulkan para pejabat dan kepala dinas pada September hingga Oktober 2024.
"Pada Juli 2024, Saudara RM (Rohidin Mersyah) menyampaikan bahwa yang bersangkutan membutuhkan dukungan berupa dana dan penanggung jawab wilayah dalam rangka Pilkada Serentak 2024," ujar Alexander, dikutip Senin (25/11/2024).
Memeras dengan ancaman
Kepada para pejabat Pemprov Bengkulu, Rohidin ternyata mengancam apabila para pejabat tidak setor, dia akan copot jabatan para kepala dinas tersebut. Kondisi ini menyebabkan sejumlah pejabat, seperti Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Syafriandi (SF), dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso (TS), menyerahkan uang sebagai bentuk dukungan.
Syafriandi dilaporkan menyerahkan uang sebesar Rp200 juta melalui Evriansyah, dengan tujuan agar dirinya tidak dicopot.
Sementara itu, Tejo Suroso mengumpulkan uang Rp500 juta yang berasal dari potongan anggaran ATK, SPPD, dan tunjangan pegawai untuk mendukung pencalonan Rohidin.
Intimidasi
Tak hanya itu, Rohidin ternyata juga melakukan intimidasi bawahannya dengan ancaman terkait pencalonannya. Salah satu ancaman yang disampaikan oleh Rohidin adalah bahwa jika dirinya tidak terpilih lagi sebagai gubernur, maka pejabat yang tidak mendukungnya akan diganti.
"Terkait hal tersebut, saudara RM pernah mengingatkan saudara TS, apabila saudara RM tidak terpilih lagi menjadi gubernur, maka saudara TS akan diganti," tutur Alexander.
KPK Amankan uang tunai Rp7 miliar
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam konferensi pers mengungkapkan bahwa pihaknya menyita uang Rp7 miliar. Di antaranya, uang tunai sebesar Rp32,5 juta yang ditemukan di mobil Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Saidirman.
Selain itu, ditemukan juga uang senilai Rp120 juta di rumah Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu, Ferry Ernest Parera, serta Rp370 juta yang ditemukan di mobil Gubernur Rohidin.
KPK juga menyita sekitar Rp6,5 miliar yang terdiri dari mata uang rupiah, USD, dan SGD, yang ditemukan di rumah dan mobil ajudan Gubernur Rohidin, Evriansyah alias Anca.
3 orang ditetapkan tersangka
Dalam perkembangan terbaru, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, serta ajudan gubernur, Evriansyah. Sementara itu, lima orang lainnya yang sempat diamankan dalam operasi ini dilepaskan karena berstatus sebagai saksi, termasuk beberapa kepala dinas di Provinsi Bengkulu.
Kasus diselidiki sejak Mei 2024
Alexander Marwata menjelaskan bahwa kasus ini telah diselidiki sejak Mei 2024. Penangkapan dilakukan setelah adanya informasi dari masyarakat mengenai mobilisasi dana yang diduga terkait dengan persiapan Pilkada yang akan datang. "Penyelidikan ini berdasarkan informasi masyarakat yang mencurigakan, terutama menjelang Pilkada," ujar Alexander.
Dijerat Pasal 12 UU Tipikor
Tersangka, termasuk Gubernur Rohidin, dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta Pasal 55 KUHP. Mereka langsung ditahan selama 20 hari pertama, yang berlaku sejak 24 November 2024 hingga 13 Desember 2024 di Rumah Tahanan Cabang KPK.