Dukung Fatwa MUI, Komnas Haji Sebut Skema Setoran Awal Bipih Rugikan Jemaah
JAKARTA, (ERAKINI) - Komisi Nasional Haji dan Umrah atau Komnas Haji mendukung fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) calon jemaah untuk membiayai jemaah lain. Komnas Haji menyebut, keputusan itu telah merugikan masyarakat.
Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj mengatakan, keputusan penggunaan investasi setoran bipih calon jemaah untuk membiayai jemaah lain jelas akan merugikan jemaah haji yang antre hingga terancam 'buntung'.
"Menghentikan praktik skema ponzi konsep yang digagas oleh Charles Ponzi pebisnis asal Amerika Serikat, atas pengelolaan keuangan haji yang telah dianggap lumrah oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) sejak lembaga ini didirikan 2017," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima erakini, Senin (29/7/2024).
Mustolih mengatakan, pihak yang diuntungkan dengan skema pengelolaan dana haji saat ini adalah jemaah haji yang lebih dahulu berangkat. Sementara jemaah yang masih harus antre puluhan tahun disebutnya terancam 'buntung' kehabisan dana subsidi haji.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan, subsidi dana haji bagi jemaah yang berangkat lebih dulu pada tahun berjalan dinilai jorjoran hingga puluhan juta yakni, berkisar antara Rp37-57 juta per orang.
Sedangkan jemaah haji yang masih antre disebutnya hanya mendapat bagian Rp260-560 ribu per orang untuk tiap tahunnya dari hasil investasi yang didistribusikan melalui akun virtual (virtual account).
"Skema tersebut berpotensi menjadi bom waktu, jemaah haji waiting list terancam tidak dapat menikmati hasil investasi dari hasil kelola BPKH karena nilai manfaat habis terkuras untuk subsidi secara jorjoran guna menanggung biaya jemaah haji yang berangkat lebih dulu," tuturnya.
Mustolih berpendapat, biaya subsidi juga menjadi hak jemaah antre sebagai pemilik dana (shahibul maal) baik pokok maupun hasil investasinya. Ditambah lagi, menurutnya banyak jemaah tidak mengetahui mengenai skema pengelolaan dana haji yang dijalankan saat ini.
"Wajar kalau kemudian fatwa MUI memvonis tata kelola keuangan haji di BPKH saat ini haram dan dosa. Sebab praktik semacam itu dari segi manapun sangat tidak adil, diskriminatif dan tidak sesuai dengan ketentuan syariat (syar'i)," katanya.
Selain itu, menurut Mustolih, BPKH sudah menerapkan skema pengelolaan dana haji seperti ini sejak efektif dibentuk pada 2017. Menurutnya, bila pola ini dibiarkan maka cadangan nilai manfaat akan segera habis pada haji 2026 atau 2027.
Mustolih menegaskan, skema biaya haji yang dilakukan BPKH ini identik dengan skema yang dilakukan travel-travel umrah yang pernah bermasalah hingga merugikan ratusan ribu jemaah pada masanya seperti First Travel dan Abu Tour.
"Dana umrah dari calon jemaah yang mendaftar di belakang digunakan untuk menanggung biaya jemaah umrah yang lebih dulu daftar sehingga seolah-olah biayanya murah, padahal dibalik itu ada ratusan ribu calon jemaah yang dikorbankan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, MUI mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) calon jemaah untuk membiayai jemaah lain. Pemanfaatan dana semacam itu disebut mengurangi hak calon jemaah hingga menghukumi pengelola yang melakukannya akan berdosa.