Dark
Light
Dark
Light
Top Banner

Gali Urgensi Moderasi Beragama untuk Generasi Z, El Bukhari Institute Gelar Rembuk Ide

Gali Urgensi Moderasi Beragama untuk Generasi Z, El Bukhari Institute Gelar Rembuk Ide

TANGERANG SELATAN, (ERAKINI) - Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat implementasi Moderasi Beragama di tengah - tengah masyarakat. Penguatan program Moderasi Beragama dilaksanakan Kemenag dengan menggandeng multi stakeholders, antara lain kelompok masyarakat sipil.

Berkenaan dengan upaya tersebut, El-Bukhari Institute bekerjasama dengan Islami.co menggelar kegiatan Rembuk Ide, sebuah forum diskusi yang membahas tentang moderasi beragama di kalangan generasi Z (Gen Z). Kegiatan ini digelar di Outlier Cafe, Tangerang Selatan, Banten pada Kamis (25/7/2024).

Adapun tujuan dari rembuk ide tersebut yaitu untuk menggali lebih dalam urgensi moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari di kalangan generasi muda.

Selain itu, diskusi dimaksudkan untuk mencari solusi atas tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan nilai-nilai moderasi.

Direktur GTK Madrasah Ditjen Pendis Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar mengatakan, generasi Z, yang lahir di era digital, memiliki peran penting dalam menjaga moderasi beragama di Indonesia. 

Menurut dia, kecakapan digital dan semangat inklusivitas generasi ini menjadikannya aset berharga dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi.

"Pentingnya Generasi Z sebagai agen moderasi beragama tidak bisa dipungkiri. Anak muda zaman sekarang sangat ingin menjadi toleran dan dekat dengan teknologi. Ini sangat relevan dengan karakteristik Generasi Z yang fleksibel, mudah beradaptasi, dan sangat akrab dengan dunia digital," ucapnya. 

Ia menjelaskan, sebagai generasi yang tumbuh di era digital, generasi Z memiliki akses yang sangat luas terhadap informasi. Namun demikian, kemudahan akses ini juga membawa tantangan antara lain adanya potensi terpaparnya informasi yang tidak benar atau bahkan provokatif.

"Generasi Z perlu diajarkan untuk berpikir kritis dan menyaring informasi yang mereka dapatkan," tambahnya. 

Sedangkan sisi positif dari kecakapan digital generasi Z yaitu mampu mengelola informasi dengan cepat dan efektif. Karenanya, hal ini memungkinkan mereka untuk menjadi jembatan penghubung antar berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok agama yang berbeda.

"Generasi Z dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan toleransi," ucapnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Savic Ali, menyoroti pentingnya generasi Z sebagai fokus utama dalam pengembangan moderasi beragama. 

Menurut dia, dengan kemudahan akses informasi melalui teknologi digital, gen Z memiliki potensi besar untuk memiliki pandangan yang inklusif terhadap berbagai informasi, termasuk informasi keagamaan. 

Savic sependapat dengan Thobib bahwa tantangannya generasi Z dalam konteks penguatan moderasi beragama yaitu rentan terhadap informasi yang tidak benar jika tidak bersikap kritis.

"Acara Rembuk Ide ini sangat cocok buat gen Z, terlebih konsep moderasi beragama sangat relevan dengan masalah keseharian generasi Z," tuturnya. 

Lebih lanjut, Savic Ali membeberkan, secara umum praktik keagamaan gen Z adalah moderat. Namun, ia mengamati peningkatan perdebatan agama yang sengit di kalangan Gen Z di dunia maya. 

Fenomena ini, kata dia, merupakan cerminan dari pencarian identitas dan ruang ekspresi bagi generasi muda. 

Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mendampingi gen Z agar mampu beragama dan berinteraksi di dunia digital dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi. 

"Generasi Z secara umum moderat, tapi masalahnya usil, ciri zaman ini, komen di media sosial," pungkasnya.

Sementara itu, menurut Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Depok, Rida Hesti Ratnasari, perebutan pengaruh terhadap generasi muda di kalangan kelompok Islam semakin intensif. 

Kelompok Islam kiri dan kanan sama-sama giat menarik minat generasi muda untuk bergabung dengan jaringan mereka. Persaingan ini menunjukkan betapa strategisnya kalangan muda dalam peta politik Islam saat ini.

Rida Hesti memandang bahwa kondisi itu membuat remaja rentan terhadap berbagai pengaruh dan ideologi yang berpotensi memecah belah. Kelompok moderat dan kelompok tidak moderat, lanjut Rida, sama-sama melakukan upaya menarik simpati generasi muda, mulai dari penyampaian narasi yang menarik hingga pemanfaatan teknologi digital.

“Remaja saat ini berada di tengah-tengah tarik-menarik antara berbagai ideologi,” pungkasnya.


Editor:

Nasional Terkini