JAKARTA, (ERAKINI) - Kasus hukum yang melibatkan Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan menggegerkan publik. Supriyani dilaporkan oleh Aipda Wibowo Hasyim, seorang anggota kepolisian yang juga orang tua siswa, dengan tuduhan penganiayaan yang terjadi pada April 2024.
Proses hukum yang panjang dan kontroversial ini memunculkan berbagai pertanyaan, terutama terkait dugaan pelanggaran etika dalam penanganan kasus dan adanya upaya kriminalisasi.
Kronologi kasus
Laporan tersebut berawal dari penemuan luka memar di paha belakang anaknya, yang diduga disebabkan oleh perlakuan Supriyani. Namun, Supriyani membantah tuduhan tersebut. Dia menegaskan bahwa ia tidak pernah mengajar di kelas anak tersebut dan tidak memiliki interaksi langsung dengan siswa yang dimaksud.
Proses hukum semakin memanas pada 16 Oktober 2024, Supriyani ditangkap oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan dipindahkan ke Lapas Perempuan Kendari. Penangkapan ini kemudian viral di media sosial. Publik mempertanyakan keputusan PN Konawe menahan seorang guru atas tuduhan penganiayaan yang belum terbukti kuat.
Supriyani dikriminalisasi dan sempat diminta uang Rp50 juta
Pada 28 Oktober 2024, kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, sempat mengajukan eksepsi untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa. Andre mengungkapkan adanya potensi kriminalisasi dalam kasus ini, mengingat pelapor dan penyidik berasal dari institusi yang sama, yaitu Polsek Baito.
Ia juga menambahkan bahwa terdapat dugaan permintaan uang damai sebesar Rp50 juta dari pihak korban kepada Supriyani, yang dinilai sebagai tindakan yang melanggar prosedur hukum.
Jadi sorotan DPR
Kasus ini semakin memanas setelah sejumlah pihak, termasuk Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, menyoroti penanganan kasus yang melibatkan konflik kepentingan.
Sahroni mendesak Propam Polda Sultra untuk melakukan pemeriksaan objektif terhadap penyidik kasus ini dan mendorong agar opsi restorative justice diterapkan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
"Propam harus konkret, harus ada tindakan, jangan cuma sekedar jadi tempat mengungkap kronologi," ucapnya beberapa waktu yang lalu.
Mobil Dinas ditembak OTK
Kasus ini semakin pelik dengan munculnya dugaan penembakan terhadap kendaraan dinas Camat Baito yang ditumpangi Supriyani setelah mengikuti sidang.
Polda Sultra masih menyelidiki insiden ini, yang juga menjadi bagian dari perhatian publik. Kombes Iis Kristian, Kepala Bidang Humas Polda Sultra, mengatakan bahwa kasus penembakan tersebut masih dalam tahap penyelidikan oleh Tim Labfor dari Makassar dan meminta masyarakat untuk menunggu hasil investigasi.
Semua tuduhan tak terbukti hingga 2 Anggota Polisi Baito Dicopot
Dalam perjalannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) PN Konawe Selatan menuntut bebas guru Supriyani karena dinilai semua tuduhan tidak terbukti. Sebaliknya, dugaan kriminalisasi dan permintaan uang oleh anggota polisi Baito semakin santer di masyarakat.
Kepala Kepolisian Resor Konawe Selatan, AKBP Febry Syam, akhirnya mencopot Kepala Polsek Baito, Ipda Muh Idris, dan Kepala Unit Reserse Kriminal (Kanitreskrim) Aipda Amiruddin.
Pencopotan ini terjadi setelah beredarnya surat telegram yang memutuskan mutasi kedua pejabat tersebut ke posisi yang berbeda di Polres Konawe Selatan.
Pemecatan ini terkait dengan dugaan pelanggaran yang terjadi dalam penanganan kasus Supriyani, terutama terkait permintaan uang damai yang sempat disebut-sebut mencapai Rp2 juta. Hal ini semakin menambah kontroversi dan ketegangan di masyarakat.