Dark
Light
Dark
Light
Top Banner

Komunitas Podcaster dan YouTuber Khawatir Draft Revisi UU Penyiaran Kekang Kebebasan-Kreativitas

Komunitas Podcaster dan YouTuber Khawatir Draft Revisi UU Penyiaran Kekang Kebebasan-Kreativitas

JAKARTA, (ERAKINI) - Komunitas Podcaster, YouTubers dan Konten Kreator Indonesia (KPYKI) mengkhawatirkan tentang draf revisi UU Penyiaran yang sedang digodog di DPR RI, terutama terkait dengan verifikasi konten.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua KPYKI Yusuf Mars dalam rilis yang diterima Erakini, Minggu (19/5/2024) malam.

Ia menyoal pasal 34F Ayat 2 yang mengatur bahwa penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke KPI sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS). Menurutnya, pasal tersebut masih perlu diperjelas.

"Apakah esensi pasal tersebut akan menyasar pada pelaku kreator konten, terutama yang berbasis individu, seperti Podcaster, Tiktokers, Influencer atau ditujkan kepada Platform Digital-nya? Atau kebijakan tersebut diberlakukan untuk media mainstream yang punya platform digital di medsos, seperti di YouTube, Tiktok dan lain sebagainya. Ini perlu perjelas,” ungkap Yusuf Mars yang juga founder channel Youtube @PadasukaTV.

Karena, lanjut Yusuf Mars, jika draft revisi UU Penyiaran tersebut menyasar pada individu kreator konten, sangat rijit dan tidak tepat. Apalagi kebijakan tersebut mensejajarkan perlakuan antara pelaku industri media penyiaran dengan kreator konten. 

"Bagaimana teknis verifikasi konten yang akan dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia kepada jutaan pengguna media sosial? Menurut data We Are Social, pengguna sosial media di Indonesia per Januari 2024 saja sudah mencapai 139 juta pengguna. Artinya 49,9 persen dari total populasi, bagaimana cara verivikasinya?,” tandas Yusuf Mars. 

Lebih lanjut Yusuf Mars mengatakan bahwa jika aturan tersebut diberlakukan kepada Platform Digital, seperti YouTube, Tiktok, dan medsos lainnya tepat, dan itu sudah dilakukan. 

"YouTube misalnya, ketika kreator konten akan mempublish vidio ada langkah-langkah verifikasi dan tahapan-tahapannya, termasuk apakah vidio tersebut mengandung hoax, SARA, ujaran kebencian atau tidak, kreator harus mengisi verifikasi tersebut," katanya.

Kemudian, lanjutnya, setelah melewati verifikasi tersebut, konten tersebut baru bisa dipublish. Sehingga verifikasi konten berjalan sesuai dengan kaidah yang sudah ditentukan oleh regulasi pemerintah. Dan, mekanisme ini sudah berjalan. 

"Jika aturan itu ke arah sana, tentu tidak dipersoalkan. Bunyi pasal tersebut jangan memiliki multi tafsir,” tandas Yusuf Mars. 

Yusuf Mara pun berharap agar DPR RI dan pihak terkait berharap revisi UU Penyiaran tersebut lebih memperhatikan ekosistem digital yang mulai tumbuh di Indonesia. Langkah pemerintahan Presiden Jokowi sangat concern terhadap tumbuhnya ekonomi digital. Salah satunya, eksosistem yang dibangun YouTube dan Platform Digital lainnya, mendorong terhadap lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 

“Bisa kita lihat, bagaimana seorang YouTuber di Desa mendapatkan penghasilan dari kontennya dan memiliki kesempatan yang sama dengan orang-orang yang ada di perkotaan. Ekosistem digital ini mampu menggerakkan ekonomi masyarakat," katanya.

Menurutnya, hal ini selaras dengan hasil kajian Dewan TIK Nasional yang memperkirakan bahawa ekonomi digital pada tahun 2024 diperkirakan menyumbang hingga 4,66% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Pertumbuhan tersebut, kata dia, didorong berbagai sektor industri, terutama sektor e-commerce, transportasi dan makanan, perjalanan online serta dan media online. Kehadiran ekonomi digital juga menciptakan berbagai peluang pekerjaan baru yang diperkirakan mencapai 3,7 juta pekerjaan tambahan pada Tahun 2025.

“Akan sangat bijak jika semangat revisi UU Penyiaran, khususnya yang terkait dengan Platform Digital arahnya untuk mendorong sektor ekonomi digital lebih cepat lagi,” pungkas Yusuf Mars. 

Nasional Terkini