Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Resmi Tersangka, KPK Sita Uang OTT Rp12 Miliar
JAKARTA, (ERAKINI) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor (SHB) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam lelang sejumlah proyek.
"Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024- 2025," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat konferensi pers, Selasa (8/10/2024).
Selain Sahbirin, KPK juga sudah menetapkan sejumlah tersangka lainnya. Mereka adalah Kadis PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean (FEB).
Masih ada dua lagi tersangka yang berasal dari pihak swasta, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND). KPK telah menahan keenam tersangka, sedangkan untuk Sahbirin Noor akan segera dilakukan pemanggilan.
"Sampai dengan saat ini, Penyidik masih terus berupaya mengamankan pihak-pihak lain yang bertanggung jawab terhadap peristiwa pidana ini," ujarnya.
Diketahui, kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Minggu malam lalu. Dalam OTT itu, KPK menyita uang tunai total sebanyak Rp12.113.160.000 dan USD500 untuk suap di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalsel.
"Sejumlah uang lainnya yang ditemukan oleh penyidik KPK pada YUL, FEB dan AMD dengan total sekitar Rp12 miliar dan 500 dolar AS merupakan bagian dari fee 5 persen untuk SHB (Gubernur Kalsel Sahbirin Noor) terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Provinsi Kalsel," kata Nurul Ghufron.
Proyek yang menjadi objek perkara adalah pembangunan lapangan sepak bola di kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.
Atas penerimaan suap tersebut, para tersangka kemudian melakukan rekayasa agar proses lelang dimenangkan oleh pihak yang memberikan fee.
Rekayasa tersebut dilakukan, antara lain dengan cara membocorkan harga perkiraan sendiri dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang.
Kemudian merekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan tertentu yang dapat melakukan penawaran, menunjuk konsultan yang terafiliasi dengan pemberi suap, dan pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum tanda tangan kontrak.
"Terdapat fee sebesar 2,5 persen untuk PPK (pejabat pembuat komitmen) dan 5 persen untuk SHB," sebut Ghufron.