Puisi-Puisi Andi Wirambara
Kunang-Kunang di Jarimu
Sebelum matahari terbenam
dan menciumi malam di keningnya
biarkan aku hinggapkan
kunang-kunang di jarimu
Sebab langit masih keemasan
seperti bungkus cokelat
yang kuberi di hari pertama
senyummu menyapa debar dada
Di kejauhan, gulungan angin melolong
membawa sedikit aroma malam
dan kunang-kunang yang telah
kuminta datang
lalu menyalakan kedipan mataku
di jari manismu
Aku bersyukur sore ini tidak hujan
sebab aku khawatir, ia akan tinggalkan
pelangi
yang di puncaknya
kusembunyikan alasan-alasan
mengapa aku mencintaimu
Hingga hari ini datang, dan
mencatatkan kejadian-kejadian
yang kita panjatkan begitu tinggi
sebagaimana doa
sebagaimana perjalanan
sebagaimana terbang kunang-kunang
yang lalu hinggap
dan menidurkan rindu di masing-masing
senyum yang saling kita tukarkan
Perahu
Aku menyusun perahu
dari bulumata
yang telah lapuk
berlayar
menyusuri teluk satu,
ke peluk lain
dari satu laut,
ke maut lain.
Jember, 2024
Aku Kira
Aku kira ini kemarau, yang membawa jingga
gugur dari tungkainya. lalu landas ke langit
mengayun daun-daun pinus yang berjanji
suatu hari mereka akan tiba di muka bulan
dan menguning dalam damai di sana.
Tapi sore menaburkan rintik rintihnya
santun meminta awan bergeser sedikit
dari pandangan, agar kerlip rindu yang ia punya
tipis-tipis runtuh ke wajahku.
Maka kukira ini penghujan, yang membawa jingga
mencabut jemari dahan-dahan cemara
yang terlanjur kuning dan rapuh, serupa perantau
yang lunglai oleh rindu di bulu-bulu nadi.
Tapi langit telah malam, membiarkan petang menenangkan musim
yang telah panjang memain-mainkan geligi dalam gigil.
Mencatat Rindu dari Kota Batu
Dimulai tentang pagi
yang selalu menayangkan helai
dan belai senyummu selain pada
daun-daun cemara yang enggan
menanggalkan hijau, lantas menguning
dan membaringkan kerling
di bibirku yang kering
Di sini, siang tak pernah tentang terik
hanya menjernihkan pandang
di hampar kebun, ada pohon
yang meninggi pada kesendiriannya
Namun lapang ladang, lapang langit,
dan lapang segala biru
seasingnya pohon ia tidak pernah
sebenar-benarnya sendiri
seasingnya hati tidak pernah
seutuh-utuhnya sepi
Bergeserlah hari, menyembul malam
di riuh alun-alun, aku lampu yang tertidur,
dan kau lentik jemari yang memutar bianglala
kemudian aku terbangun dan
memberi pukau bola matamu
dengan kerlip warna-warni
yang berganti-gantian menyala, padam
dan menyala lagi
terus begitu
hingga kabut telah lupa
memanggil pagi kembali.
Andi Wirambara,
Lahir 24 September di Ambon dan berdomisili di Malang. Praktisi hukum yang menyenangi sastra. Karya-karyanya telah dimuat di sejumlah media nasional dan lokal baik cetak maupun daring. Karyanya juga terhimpun pada sejumlah buku antologi bersama. Buku tunggalnya yang telah terbit: kumpulan puisi Harmonika Lelaki Sepi (2010), kumpulan cerpen Sekeping Tanda (2011), kumpulan puisi Lengkung (2012), dan kumpulan cerpen Tentang Pertemuan (2014).