Puisi-Puisi Mulyadi J. Amalik
Demi pena,
sesungguhnya kita mencari
di antara benda-benda nyata dan tiada
pokok pena dititip Tuhan pada manusia
apa saja garis dan gores telah ditentukan
segala gambar dan lukis sudah dipesan
asal-usul tiap gerakan dan gerikan
hamparan pengetahuan yang dilepaskan.
Dalam kuasa Allah,
pena mencatat piagam perjanjian sumpah
serta meneken kontrak niaga dengan Tuhan
dzikir pena menuliskan nama-nama ilmu
biar pun seluruh air lautan dibuat tinta
tak sanggup pena menguak rahasia semesta
pena ialah kita yang terbata-bata
gemetar memilih rujukan kata dan makna
pena bersaksi atas naungan Sang Mahakasih.
Peneleh, Surabaya: 21/08/2024
Astaghfirullah
Kita terbuat dari cat akrilik dan serbuk logam mulia
tiap hari melukis aneka ragam warna alam semesta
menyuarakan keindahan Tuhan dalam rupa berbeda-beda
cat akrilik tak mampu menggambar semua amal jariyah
serbuk logam mulia kesulitan menandingi derajat Cahaya
betapa lemah imajinasi menerawang misteri Sang Mahakuasa.
Perasaan dan pikiran tercipta dari serpih Penguasa Makna
tiada tebusan kecuali berserah diri memohon
tiada jalan selain meminta pengampunan.
Rupanya kita adalah seonggok patung tanah
lahir dari rahim sari pati mani
pada akhirnya lemah dan menyerah
pada akhirnya kembali ke lempung Allah.
Peneleh, Surabaya, 22 Agustus 2024
Dzikir Allah
Kuas menari Rumi
hari sepertiga dalu
dialog batin senyap
kanvas mulai menyulam asma Allah
bagai melukis semut beriring memikul gula.
Pelan-pelan merapalkan nama-nama benda:
cat akrilik meliuk cantik
cat air tegar mengalir
tinta menabur warna
pena menulis suara
serbuk logam mulia menetas cahaya
bulu angsa berenang tenang
bingkai kayu setia menunggu
Wartono mengarungi sufi
huruf-huruf hijaiyah fasih mengaji.
Tiada yang sia-sia atas ciptaan-Nya
kuas dan kanvas menerangkan bukti-bukti
semua ragam rupa itu tak tertandingi.
maka segala nikmat itu tak teringkari.
Peneleh, Surabaya 22 Agustus 2024
Dzikir Muhammad
Ya Rasulallah,
aku akan menggambar wajahmu
dengan puisi tak cukup kata
dengan lukisan tak cukup warna
aku tak lelah mencari model sketsamu
di antara pencela dan penista durjana
di antara mujahid pembela agama dan bangsa.
Ya Rasulallah,
selagi terucap dalam shalat dan shalawat
biarlah imajiku menulis dan melukismu
kiranya karyaku abadi selama umur menemani
Peneleh, Surabaya, 22 Agustus 2024
Assalamu’alaikum
Kerumunan manusia antre menunggu.
Itukah jalan menuju Ka’bah?
Berbaris di depan gerbang sempit tertutup.
Latar dalamnya jalan kabut gelap-gulita.
Tiap orang wajib masuk meniti rambunya.
Siapa tertinggal sejengkal kehilangan surga.
Gembok gerbang memaku enggan membuka.
Kita merapat saling meminta kata kuncinya.
Bertanya-tanya mengapa gerbang beku membisu.
Menerka menjawab kemungkinan berkarat dosa.
Tibalah pohon dan kunang berkabar dzikir,
memberitakan perihal syarat dan ketentuan.
Pengunjung harus bertukar damai dan cinta,
dituntut merawat bumi ditaburi rahmat
mengawali sapa-menyapa dengan doa:
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Peneleh, Surabaya, 21 Agustus 2024
CATATAN: Semua puisi ini ditulis dari sejumlah lukisan karya Arik S. Wartono dengan judul yang sama dan dibacakan dalam pameran tunggal “Lukisan Yang Berdzikir Arik S. Wartono” pada 24-30 Agustus 2024 di Galeri Merah Putih Balai Pemuda, Surabaya.
Mulyadi J. Amalik,
Lahir di Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, 10 Oktober 1969. Anggota lembaga Budaya Nusantara Seni Tradisi Lokal HIPREJS, Jawa Timur, dan Satupena (Sumatera Selatan/Jawa Timur). Kontributor Forum Drawing Indonesia (FDI), Yogyakarta, dan Teater Potlot, Palembang.
Menginisiasi antologi Syair-syair Pembelaan Pemuda-Petani Karawang (2008). Pameran puisi-drawing di galeri Rumah Seni Muara, Yogyakarta (2004). Pameran puisi Perjuangan Surat Ijo di Rumah Peneleh, Surabaya (2024). Menulis dan membacakan puisi-puisi hasil tafsir dari sejumlah lukisan karya Arik S. Wartono dalam pameran tunggal “Lukisan Yang Berdzikir Arik S. Wartono”, Surabaya (2024).
- Antologi Puisi Tunggal: Kuburan Bagi Penyair (2004),
- Antologi Puisi Berdua: Komposisi Masyarakat Pasar dan Surat Perintah 21 Mei (2000),
- Antologi Puisi Bersama: Jakarta, Kota Literasi Kita (2024), Progo 9 (2024), Democrazy (2024), Warna-warni Indonesiaku (2024), Aku Presiden (2024), Duka Tanah Pusaka (2024), Bela Rempang (2024), Rempang Tanah Luka (2024), Jelajah Sungai Menyapa Alam Barito (2024), dan masih banyak lainnya.